[Cerpen] Sekeping Hati yang Terselip Rindu


“Benci! Benci! Benci!” aku membanting ponsel ke lantai.

Tubuhnya hancur menjadi 3 buah kepingan tak berdaya. Casing penutup, baterai, dan sebagian tubuh lainnya yang masih tersisa meluncur ke berbagai sudut. Aku terdiam, membiarkan butir air mata membasahi pipi. Aku tahu mataku sudah bengkak. Aku tahu hidungku sudah merah. Aku tahu, aku tahu!


Hening. Hanya terdengar detik jam yang terus bergulir seakan mengingatkanku untuk segera berpindah hati. Atau setidaknya, menata kembali. Tapi sudah ribuan detik jam terdengar, nyatanya hati ini masih kesulitan untuk berpindah. Jangankan berpindah, ditata ulang saja rasanya tak mampu.

Dia datang membawa damai. Dia menata hatiku dengan caranya. Membolak-balik keadaan sesuai keinginannya. Aku hanya membiarkan karena itu membuatku bahagia. Tak peduli bagaimana rupa hatiku kelak, yang terpenting dia akan selalu ada untuk mengisi. Namun, mengapa semuanya berubah sejak dia menemukan tempat berlabuh yang baru? Dia memilih untuk meninggalkan hatiku dan mendatangi hati yang baru. Dia membiarkan kondisi hatiku berantakan. Bahkan sebelum pergi, dia benar-benar menghancurkannya. Hatiku yang sudah dia ubah-ubah, sudah dia hancurkan, ditinggalkan begitu saja. Tanpa pamit, tanpa maaf, tanpa ucapan selamat tinggal apalagi terima kasih.

Dia hanya mampir beberapa bulan saja. Tapi, mengapa kenangan bersamanya begitu banyak? Mengapa setiap sudut yang terekam di dalam hati selalu meninggalkan jejaknya? Sepenting itukah dia untukku? Jika tidak, mengapa aku masih saja berharap dia kembali? Tapi jika memang iya, aku ingin menyerah saja. Aku tidak sanggup menahan perih ini untuk puluhan, ratusan, bahkan ribuan hari ke depan. Sampai kapan?

Aku menyeka air mata dengan kasar. Meskipun aku tahu, semakin kuseka, air mata itu malah semakin merembes. Ia tak kenal lelah untuk terus meluncur melewati tebing pipi. Aku sesegukan. Napasku tersengal-sengal. Bahuku berguncang-guncang. Kugigit bibir bawah kuat-kuat, kembali menahan perih dan luka yang belum beranjak.

Aku turun dari tempat tidur dan memunguti kepingan ponsel yang berceceran di lantai. Ah, sudah berapa kali ia harus menjadi korban? Segera kurapikan kembali ponsel yang berkeping-keping itu. Jempolku menekan tombol yang terletak di pinggir ponsel cukup lama. Nyala! Aku tersenyum, sadar bertapa ponsel ini masih saja kuat padahal aku sering membantingnya kala kesal.

Kakiku kembali mendekati tempat tidur dan aku berbaring. Aku segera membuka situs jejaring sosial dan mencari namanya. Kedua jempolku menari-nari di atas layar. Beberapa tweet yang isinya quotes-quotes muncul di bagian awal. Mataku melihat sebuah tweet yang berisi sebuah foto. Tentu saja fotonya bersama gadis baru itu. Gadis yang berhasil merebut hatinya dariku. Gadis yang membuat hatiku terasa panas sekaligus ngilu. Aku ingin menangis dan kembali membanting ponsel, tapi kutahan kuat-kuat.

“Tidak, Nad, tidak. Cukup!” seruku lirih. “Harusnya kamu mengikhlaskannya, bukan malah terus menangisinya...”

Aku teringat sesuatu. Kutanggalkan ponsel dan bergegas menuju lemari. Di bagian paling bawah, ada kotak panjang berisi barang-barang pemberiannya dulu. Surat, bunga yang sudah layu, kaleng cokelat, buku-buku, hard case, hingga beberapa potong pakaian. Aku mengambil sepucuk surat paling atas. Itu bukan suratnya. Tapi itu surat yang kubuat untuknya dua hari yang lalu. Aku membukanya.


Hai, Lan, aku rindu.

Bagaimana harimu di sana? Aku pikir kamu merasa lebih baik. Lebih baik jika kamu tidak lagi di sini. Maksudku, bersama gadis itu. Membuat hatiku panas tak karuan, Lan. Semoga Tuhan selalu menemanimu sehingga kamu tak sendirian ya. Jika kamu merindukanku, cari saja. Orang bilang, dimensi keempat itu ada :)

Maaf jika aku tidak datang ke pemakamanmu kemarin. Maaf jika kamu berharap aku di sana tapi nyatanya hanya ada dia. Iya, gadis itu. Siapa lagi? Apa kau benar-benar mencintainya sama seperti kamu mencintaiku dulu?

Apa dia selalu menjagamu, Lan? Apa dia memperhatikan keadaanmu? Apa dia mencintai dan menyayangimu? Apa kamu merasa nyaman bersamanya? Apa kamu terpikirkan aku saat sedang bersamanya? Apa...

Lan, sebelum kamu benar-benar pergi, aku pernah terpikir untuk mendatangimu. Menanyakan alasan mengapa kau meninggalkanku tanpa sebab. Memberitahumu bahwa kondisiku tidak baik. Bagaimana mungkin aku harus menata kembali hati yang hancur lebur ini sendirian? Tentu saja kamu bercanda, kan? Bahkan, aku sempat berpikir untuk kembali mengajakmu menempati hatiku. Tempat yang dulu pernah kita tempati bersama, berbagi suka dan duka.

Tapi kamu pergi terlalu cepat, Lan. Tanpa pertanda, tanpa pamit dan ucapan apa-apa. Kali ini bukan karena siapa-siapa. Tapi karena mungkin kau sudah lelah dengan penyakitmu, ya?

Sepertinya aku menulis terlalu panjang. Aku tahu kau malas membaca. Hehe... Maka, kurasa cukup sampai di sini surat yang ingin kukirim untukmu. Semoga kali ini kau tidak malas ya. Semoga rindu yang kutitip lewat surat ini tersampaikan. Tetaplah damai di hatiku, Brylan :)


Your lovely Ex,
Nadhira


Ps: aku sempat membencimu nyaris sepenuh hati saat kau pergi demi dia. Tapi kini hatiku sudah sepenuhnya memaafkan. Aku juga akan berusaha mengikhlaskan kepergianmu.



Aku masih terduduk lesu. Badanku terasa lemas. Hulu hatiku rasanya ngilu dan perih, membuat air mata kembali berjatuhan. Surat itu masih kugenggam erat-erat seolah ia adalah Brylan yang tak ingin kulepaskan. Aku kembali sesegukan dengan bahu yang berguncang-guncang.


“Lan, besok aku akan datang menemuimu. Aku ingin berdamai denganmu dan menyisipkan surat ini bersama kepingan hatiku.”

***



With love,

You Might Also Like

22 komentar

  1. Waaawwww!!! Amazing!! Entah kenapa ada yang beda dari tulisan kak dwi.. atau aku yang jarang main kesini ya.. aku speechless bacanya, energic. Dan... biasanya pelan-pelan kalau bawa pembaca masuk, kalau ini rasanya ditarik-tarik, baju mau sobek, tapi juga gak pengen keluar.

    Emh.. itu si nad gak mau ikut meninggal, kan? .-.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kamu jarang main kali haha.
      Emang Hud, aku ngerasa ada jiwa yang lain di cerita ini. Nggak aku yang seperti biasa. Melownya pelan-pelan gitu. But, thank you ya.

      Coba tebak.....

      Delete
  2. saya ga bisa coment cuma bisaa

    Hikksss hikkksssss >.<

    ReplyDelete
  3. Dalem ya ceritanya.. Sayangnya enggak ada sebab kenapa dia mutusin Nadira dan pindah ke lain hati. Di sisi lain, mengaduk emosi pembaca.

    Selamat^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya karena jatuh hati gitu aja Kak, biasa kan kalo nggak serius, liat yang lebih dikit langsung pindah..

      Tapi makasih ya :)

      Delete
  4. sungguh tega diri mu wi. daku tengah galau kau selipkan cerita yang menyayat hati seperti ini. jadi teringat alm. Dion jadinya. :(
    diawal aku kira putusnya biasa, masih tinggal ditempat yang sama dan masih menatap langit yang sama. ternyata.
    kamu waktu nulis ini gimana wi? aku yang baca aja jadi gak karuan, gimana yang nulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aish aku nggak bermaksud Kak hehe maafin.

      Mau tau nih aku nulisnya gimana? Aku nulisnya sambil ngebayangin dan mempraktikan apa yang aku gambarkan di tulisan :)

      Delete
    2. gapapa wi. hehe

      jadi kamu banting hp juga wi pas bikin cerpen ini? wah kasian dong hp nya. dwi punya akun wattpad?

      Delete
  5. Jadi si brylan ini udah mati atau gimana? Kalau udah mati kok dia bisa ngetweet quotes sambil pamer fotl sama cewe lain hehehe

    Apa mereka pernah pacaran? Atau si nadira ini baru mau ngungkapin tapi telat karena si brylan ini udaj di gebet orang, ora mudeng ini, tapi gaya bahasanya si oke dan rapih hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya dia meninggal tapi pas statusnya udah jadi mantan gitu loh. Oh ya aku lupa pake penjelasan kalau itu tweet beberapa hari sebelum meninggal. Makasih udah diingetin :D

      Delete
  6. kak dwi kalo bikin tulisan beginian dapet inspirasi dari maan sih?
    aku pengen gitu bisa nulis begini -_-

    dan mungkin ini ceritanya terlalu tinggi bagi aku sampai aku harus baca berulang kali dan tetep aja gak ngerti kak.
    duuh, maapin...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung Ki, kalo yang ini dari lagu. Tiba-tiba... tring! Iya belajar aja latihan terus pasti bisa kok. Selama serius :)

      Hehe oh ya? Iya nggak papa nyantai aja~

      Delete
  7. biasanya gue kalo baca yang beginian bawaannya pengen pindah aja tapi baca ini jadi malah jadi penasaran akhirnya

    gue buat cerpen yang niatnya mau model gini malah tetep ada becandanya -_-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asiiikk makasih udah dibaca sampe beres^^

      Hahaha suka genre komedi ya? Iya sama, aku pun kalo mau bikin genre lain tetep suka kebawa melownya-_-

      Delete
  8. aah wi bacanya bikin gaalaaau. nyesek wii. aku kira putusnya knapa, eeh ternyataaa.

    selamat jlan brylan. yg tenang dsana. ah wi cerpenmu smakin ngalir ajaaa. smakin smakin deh pokony. typo jg kyny jg jrang ak lhat d tlisanmu.

    oke, ditunggu cerpen yg mngaduk lainnya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya doain Brylan kasian. Doain juga biar Nadhira-nya nggak sedih :')

      Aamiin, makasih banyak Mut, semakin sering nulis dan terlatih self-editing, makin berkurang typo-nya. Terus dilatih aja hehe.

      Sip-sip Mut, kamu juga yaaa^^

      Delete
  9. Idih, keren. Langsung galau-galau unyu gimana gitu nih gua..

    ReplyDelete
  10. Itu si Brylan udah di alam lain masih sempet ngetwit aja. Kasian kan si Nadhira ditinggal mati :/

    Btw, di akhir cerita si Nadhira pengen nyusul, maksudnya pengen bunuh diri ya, Wi?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngetwitnya pas masih hidup Bang-_-

      Bukan, maksudnya dia mau dateng ke pemakaman hehe. Susah dicerna kayaknya ya.

      Delete

Tell me what do you want to tell :)