[Cerpen] When You're Gone - Part II
Part sebelumnya, di sini
***
Setahun sudah Corona pergi dari hidup gue.
Tapi, bayangan dia sama sekali nggak bisa pergi. Semua hal di kota ini
mengingatkan gue sama dia. Hal kecil yang gue lakukan pun mengingatkan ke dia.
Gue bener-bener nyesel udah berlaku jadi laki-laki bodoh. Tapi, kebodohan yang
paling bikin gue nyesel sampai saat ini adalah membiarkan dia pergi begitu saja
tanpa bisa ngomong sepatah kata pun.
Tadi siang gue pergi ke mal mencari kado
untuk adik gue. Saat sepasang kaki ini melangkah menyusuri coffee shop,
mata gue tiba-tiba menangkap sosok gadis yang nggak asing lagi. Gue terdiam
beberapa saat, menatap gadis itu lekat-lekat. Tidak salah lagi, dia Corona.
Gue segera bergegas ke arahnya.
“Corona!”
Gadis itu menoleh ke samping kanan. Senyumnya tersungging manis.
“Endru?”
“Iya, kamu masih inget aku? Apa kabar?”
gue menjulurkan tangan di hadapannya. Jantung ini berdebar karena bahagia.
“Aku baik,” dia membalas uluran tangan
gue. “Kabarmu sendiri gimana?”
“Aku juga baik.” Gue tersenyum kecut. Baik?
Bagaimana bisa gue bilang baik kalau selama setahun ke belakang, hati ini dipenuhi
rasa penyesalan? Dan luka.
Dari segi fisik, dia tidak banyak berubah.
Hanya saja wajahnya jadi lebih cantik dan terlihat lebih dewasa. Kami
memutuskan untuk duduk sejenak di foodcourt sambil menikmati
segelas cokelat dingin favorit kami dulu.
“Oh iya sebelumnya, selamat ulang tahun ya
Na. Yang ke dua lima kan?”
“Aduh kamu masih inget aja Dru. Iya makasih ya.
Selamat ulang tahun yang kedua tujuh juga buat kamu... dua hari lagi,” dia
mengulas senyum. Senyum yang bikin jantung gue berdebar lagi tidak karuan.
“Kamu jadi brewokan sekarang. Rambutnya juga jadi gondrong.”
Gue membalas komentarnya dengan senyuman.
“Kamu jadi orang pertama, Na.”
“Kamu kan tau aku orangnya pelupa.”
Gue terkekeh ringan. “Na, aku
pengin minta maaf sama masalah yang dulu. Aku selalu ngerasa nyesel karena
nggak bisa jadi pacar yang baik untuk kamu. Parahnya, aku nggak bisa nahan kamu
pergi saat itu.”
Corona terdiam sejenak, lalu menggelengkan
kepalanya. “Nggak pa-pa kok Dru, lagian aku juga udah nggak pernah inget-inget
lagi masalah itu. Cukup jadi pelajaran aja buat kita.”
“Tapi...,” gue menghela napas. Merasakan
sakit karena jantung gue berdegup terlalu kencang. “Hati ini nggak pernah lepas
dari kamu, Na.”
Corona menatap gue cukup lama tanpa berkata.
Tiga detik berikutnya, “Oh iya, kebetulan kita ketemu di sini. Tadinya aku mau
datang ke rumahmu.” Corona mengalihkan pembicaraan sambil mengaduk-aduk mencari
sesuatu di dalam tasnya. Dia mengeluarkan sebuah benda tipis dan keras
berbentuk persegi panjang berwarna pink abu-abu. Benda itu
ditaruh di atas meja dan disodorkan ke gue.
“Ini.”
Deg. Degup jantung gue seperti berhenti.
Tenggorokan gue tercekat melihat benda itu. Feeling gue nggak
enak. Gue mencoba untuk mengambilnya dengan tangan gemetar. Corona
& Aditya. “Kamu...?” gue tak mampu meneruskan kalimat karena gue
sendiri pun tahu jawabannya.
“Iya, dua minggu lagi aku married. Kamu datang, ya. Aku tunggu, lho.”
“Kita?”
“Masalah kita dulu udah ngajarin aku
banyak hal, Ndru. Salah satunya, kita harus nemu kecocokan sejak awal sama
pasangan. Kalo ngerasa banyak bedanya, mending diakhiri aja karena bakal banyak
perbedaan pendapat nantinya. Kita udah nggak bisa sama-sama lagi, Ndru.” Corona
menatap gue dengan senyum tulus. Tangannya mendarat tepat di atas punggung
tangan gue.
Saat itu juga, ingin rasanya gue
meneteskan air mata. Tapi gue nggak layak untuk nangis di tempat umum. Dari
dulu, gue udah terbiasa untuk menahan tangis. Apalagi gue laki-laki. Gue harus kuat.
Namun, entah kenapa rasanya saat ini gue nggak sanggup. Gue udah nunggu dia,
menyesali kejadian putus kami selama setahun, tapi sekarang? Seandainya bisa,
ingin gue peluk Corona dan nggak akan gue biarkan orang lain merebutnya.
“Dru?”
“Eh, iya maaf Na. Aku usahakan datang ya.”
Gue melepas sentuhan tangan Corona.
“Nggak mau, kamu harus datang pokoknya.
Kalau nggak aku ngambek. Kita nggak temenan lagi!”
Deg. Jantung gue rasanya berhenti berdegup
untuk kedua kalinya. Sifat manja dia, childish dia, cengeng
dia, kenapa harus keluar di saat seperti ini? Kenapa?
***
Gue mengambil cangkir kopi yang mulai
dingin. Undangan itu masih tergeletak di dekat toples camilan di atas meja. Kenapa secepat ini?
Gue melihat raut bahagia di wajah Corona.
Fotonya dengan laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya, terpajang manis
menjadi cover undangan. Penyesalan itu kini berubah menjadi
rasa tidak rela. Gue sangat nggak rela Corona harus bersanding dengan laki-laki
lain. Tapi, gue sadar kalau gue ternyata tidak cukup baik untuk jadi
pendampingnya. Mungkin, laki-laki itu bisa menghargai perhatian-perhatian kecil
Corona, yang dulu sering gue abaikan. Mungkin, dia juga bisa menjaga dan
melindungi Corona yang lemah, bukan kayak gue yang malah bilang dia tukang
ngeluh. Mungkin, Corona menemukan kecocokan di sana.
Dari Corona gue belajar bahwa secuek apa
pun, gue harus tetap bisa menghargai orang yang ada di samping gue. Gue harus
bisa menjaga dan melindungi dia sebelum dia pergi dan gue menyesali kesalahan
yang sama untuk keduakalinya.
Semoga kau berbahagia, Corona.
Hati gue berdesir. Kopi dingin
itu melewati kerongkongan gue. Begitu hambar. Dinginnya seakan bisa
menembus organ-organ dalam lalu menusuk-nusuk hati yang sudah perih.
Dan untuk kedua kalinya, gue merasakan
sakit hati yang lebih lagi.
***
With love,
29 komentar
aaaaak ternyata udah ada lanjutannya... aku langsung baca sampe habis. jarang jarang ini aku kepoin blog orang kalau lagi nggak ada promo di wall BE.
ReplyDeleteaku udah baca lagi, nggak kalah keren sama yang pertama. dahsyat banget. ceritanya begitu hidup.. endingnya juga nggak ketebak. bayangin kalau ini beneran, nyesek banget itu si endru..
ini udah tamat ya? nggak mau dibuat lanjutannya? misalnya si corona dan suaminya ternyata jualan bubur trus mereka naik haji, atau si endru masih nggak terima trus dia berubah jadi serigala.
pokoknya ini cerpen keren banget. ntar buat cerita yang kayak gini gini lagi ya kakak dwi :)
Haha berarti cerpenku sukses ya bikin kamu kepo dan penasaran? Makasih makasih banyak.
DeleteYa ada pesan yg bisa diambil. Intinya jangan pernah nyia-nyiain orang. Karena kita gak pernah tau apa yang akan terjadi di depan.
Kasian cerpenku nanti terkontaminasi hal-hal absurd kayak gitu :(
Makasih makasiiihh, nanti aku usahain ya.
Hmm, lanjutannya udah gua baca kakak...
ReplyDeleteGue jadi ingat masa lalu,, tokoh leleki dalam cerita ini gue banget dan alur ceritanya hampir sama dengan yang gue alami hanya saja dia belum merrid,,
Oh ya? Pasti nyesel banget dong kalo gitu. Tapi semoga tetep berteman baik ya
DeleteYups, semoga saja...
Deletebagus yaaa, endinya si cowo melasss banget. Lagian giliran ada di cuekin, udah gada di cariin. Kenapa si cowok kebanyakan kayak gitu? susah peka, giliran udah peka udah terlambat semuanya :(
ReplyDeleteayoo kak buat cerpen lagi, lagi, lagiii :3
Iya kan ada amanatnya sedikit haha. Kita nggak pernah tau apa yang akan terjadi di depan, jadi jangan nyia-nyiain orang.
DeleteOke okeee, makasih banyak Lis :)
Cara terbaik untuk nyindir mantan atau cowok mana pun ya dengan cerpen ini, hehe. Dwi tak lupa menyisipkan pesan tentang perhatian janganlah terlalu diabaikan karena kelak menjelma bumerang kala alami perpisahan.
ReplyDeleteCocok banget buat aku yang cerewet pada cowok (dulu). Perhatian dianggap gangguan. Uh, gak enak memang. Ending-nya pas juga, bikin cowok nyesal. Balas dendam pada siapa? ;)
Semangat, Dwi.
Haha nyindir? Ya nggak maksud nyindir juga kok Mbak. Cuma mengingatkan aja.
DeleteWah ternyata Mbak juga pernah ngalamin disesali cowok di masa lalu ya...
ceritanya nyampe ke hati kak dwiii :'( teringat waktu mengabaikan kepedulian orang itu, sadar pas dia pergi aaaakkkk dan sekarang dia sudah bersama yang lain... sekarang udah nggak ada kabar dari dia :( aaaaakkkk
ReplyDeleteaaaaakkk emang pelajaran banget yak :| sekecil apapun perhatian seseorang, harus dihargai dan di balas juga :3
Aaaakkk aku juga sedih loh baca cerita itu. Kasian sama si cowoknya haha.
DeleteKalopun nggak bisa dibalas, ya seenggaknya dihargai lah ya :)
Polemik kehidupan remaja banget. Udah lama gak ketemu sama dia secara gak sengaja dipertemukan terus niatnya mau minta balikan malah dikasih sakit hati pula, dan ini jauh lebih dalam dari sakit hati setahun yang lalu.
ReplyDeleteEmang dasarnya cowok mudah jatuh cinta dan ngajak balikan. Tapi kok anehnya kamu tahu ya? Hehe
Pasti canggung banget waktu corona udah bukan jadi siapa-siapa endru lagu tapi dia masih suka ngambek nyuruh harus datang kepernikahannya. Mau dipuk pukin takut, mau didiemin jiga entar gak ada perubahan sama sekali.
Ahaha iya lah, aku kalo malem kan berubah Kak. Ealah...
DeleteYa Corona sih polos-polos aja. Dia nggak tau kalo tingkahnya malah bikin Endru jadi serba salah dan galau abis.
Yang jadi "gue" itu pasti rasanyaa... *lanjutin sendiri*
ReplyDeletePas baca ini, entah kenapa gue seperti masuk ke dalam ceritanya. Intinya sih bagus ceritanya.
Bikin cerpen lagi ya, dengan tokoh laki-laki.!! :D
Rasanya.....
DeleteMakasih makasih, terus semangat :D
Aku udah baca cerpen ini dalam diam beberapa hari yang lalu sih, tapi bacanya lewat hp dan gabisa komen ^^
ReplyDeleteOke langsung aja, di paragraf-paragraf awal (untuk kedua episode) aku masih membiasakan diri sama gaya bahasanya. Entah karena emang gaya bahasa yang awal-awal terkesan terlalu baku untuk kata ganti orang pertama 'gue', atau emang gara-gara aku baca yang seperti ini di blognya kak dwi yang biasanya pake aku, hehe..
Tapi begitu dapet satu dua paragraf, aku udah larut sama ceritanya dan bahasanya cepet atau lambat jadi ngalir seperti biasanya, ah.. yang bikin aku kagum, seandainya aku baca tulisan ini di kertas putih gitu (gak ada nama penulisnya), maka aku bakal berani bertaruh gede kalo yang nulis cowok. Abis kalimat-kalimatnya cowok banget hehe... keren keren keren.
Wah ketauan silent reader nih haha.
DeleteOh iyakah? Iya aku nggak biasa pake bahasa "gue-lo" jadi narasi, makanya agak kaku mungkin ya. Hehe.
Haha makasih Hud, ini juga masih coba-coba gitu kok.
Iya, mas, sama-sama.. *aduh kebawa suasana
DeleteEndru, gue tau posisi dia pasti serba salah, dia baru menyadari kalo corona itu idaman dia, diwaktu dimana corona sudah tidak bersamannya.
ReplyDeletesakit sih tapi endru kan cowo, cowo kan emang selalu salah baik dalam tindakan ataupun saat mengambil keputusan.
ahh cowo emnag gitu, suka bego, udah ah hahahah
Tunggu, kamu kok jadi curhat gitu sih San?
DeleteAs always. Typo-nya ada mulu lah haha
yahh cc Dwi, nggak berhenti cuman sampe putus, nih masih ngejlebbb lagi sampe akhirnya harus ditinggal nikah sama orang yang kepergiannya kita tangisin mati matian, but well, that's life, that's love...as usual I love your story, cuman di sini aku lebih banyak ngerasa 'cewek' daripada 'cowok' nya...overall, bagyusssss
ReplyDeleteHahaha iya Kak hidup rasanya nggak lengkap kalo nggak ada penyesalannya.
DeleteOh iya ya? But thank you so much Kak meyyy^^
aiiihhh,.... sedaappp. keren nih ceritanya. abis baca yg kedua, eh... penasaran sma yg pertamanya.
ReplyDeleteklo diperhatiin, cerita ini sperti radio galau. ketika sang cewe bersifat childish, dan cowonya ga begitu suk. akhirnya mereka putus, dan si cwo galau gara'' mikirin si cwenya itu.
cwo emang gtu sih. bkin orang kesel. bejat'' gmnaaa gtu. makanya gue nggak suka cwo.
oh iya, ini pas d bayangin.... kan lo cwe yak, dan critanya cwo. hahah. aneh aja sih. tapi keren kok. two thumbs upp...!!
Jadi baca dua-duanya ya?
DeleteIya bedanya si ceweknya nggak nikah ya? Huehe.
Ya iyalah Zi, kalo kamu suka cewek, kamu....
Iya pengen nyoba aja bikin sudut pandang lain :D
Iya, harus menghargai meski nantinya sakit. :')
ReplyDeleteCeritanya lama banget dari tahun 2014.. sepertinya Aku baru komen disini salam kenal ya..
ReplyDeleteDwiiiiiiiiii, apakabaaar?
ReplyDeleteAnw, cerpennya sama persis kayak kejadian temen nih hehe. Beberapa bulan lalu baru married si cewe. *malah curhat
Emang kalo nyianyiain suatu hal yg udah berusaha mati2an pasti nyesel nya belakangan. Hukum sebab-akibat. Dan akhirnya cuma bisa meratapi aja.
Apakabar kak dwi...
ReplyDeleteKemaren sempet mampir di sini juga. Keliling2 sekaligus melepas rindu diam-diam sama tulisan kak dwi. Heheh
Cerita ini merupakan bagian yang paling membuat Pangeran sendiri bertanya-tanya. "Mengapa harus ada Penyesalan."
Tokoh Endru jelas sekali menyatakan kekesalan dalam bentuk sikap maupun ucap, sesulit itukan menjadi lebih baik.
Cerpennya mengajarkan ke Pangeran bahwa : Semua butuh waktu memang. Tapi tidak untuk waktu yg lama, tapi untuk waktu yg pasti. :)
perbedaan itu penting, di mana perbedaan mengajarkan kita bagaimana untuk menghargai seseorang
ReplyDeleteTell me what do you want to tell :)