[Cerpen] Adera--Bahagia Bersamamu

Selamat pagi! Aduh dosa nih aku menelantarkan blog dan blog-walking beberapa hari ke belakang. Ya yang penting sekarang balik lagi buat ngelanjutin cerita pentaloginya. Oke deh selamat membaca! Ditunggu kritik dan sarannya:)
***

Adera: Bahagia Bersamamu
By Dwi Sartikasari

Akira
Aku sempat kehilangan semangat hidup setelah kehilangan orang yang sudah menemaniku bertahun-tahun. Orang itu adalah sumber semangatku. Meskipun dia tidak selalu ada, tapi dia bisa ada saat aku berada di titik terendah dan saat aku merayakan hari-hari besar. Orang yang tidak hanya bisa sekadar jadi pasangan hidup. Tapi juga bisa jadi adik saat dia manja, bisa jadi sahabat tempatku menumpahkan keluh-kesah, bisa jadi ibu yang dewasanya kadang melebihiku, dan tentu bisa jadi pacar, tempat aku meluapkan cinta dan sayang.
Kadang, hidup memang tidak adil. Waktu empat tahun yang kami jalani sejak kelas 2 SMA harus berakhir tragis. Saat aku kuliah di Jepang, kami memutuskan LDR karena kesepakatan bersama. Saat awal kuliah aku masih bisa pulang setahun dua kali. Tapi seiring meningkatnya semester dan tugas yang banyak, aku memutuskan untuk pulang setahun sekali. Sampai akhirnya saat aku menginjak semester 6, aku kehilangan kabarnya. Segala cara  kucoba untuk mencari kabar, tapi tetap tidak bisa. Bahkan, orang tuanya pun ikut-ikutan menghilang saat itu.
Maaf aku hlg kabar slma ini. Aku gak maksud buat bkin km cemas. Tp kyknya hub kita gak bs lanjut. Klgku udh nagih aku utk married. Kyknya aku gak bisa nunggu km lbh lama lg. 3 bln lg aku married. Ditunggu kalo km mau dtg. Sekali lg maaf, smg km bahagia dg hidup barumu.
Begitulah pesan singkat yang dikirim mantanku dua bulan kemudian. Entah bagaimana dia bisa kenal dengan calon suaminya secepat itu. Apa dia menyembunyikan selama kami pacaran? Entahlah.
***
Hari pertama aku tiba di Indonesia, aku kebingungan mencari Luna. Terakhir kali aku menginjakkan kaki di bandara ini semester lima lalu. Dan masih ada mantanku yang selalu menjemput di tempat biasa. Tapi kali ini, suasananya lain. Biar bagaimanapun, aku harus mulai terbiasa. Setelah mencari-cari Luna selama sepuluh menit, akhirnya aku menemukan gadis kurus itu. Masih saja kurus dari dulu. Tapi... tunggu. Di sampingnya, duduk seorang gadis manis berkulit kuning langsat dan sama kurusnya dengan Luna. Rambutnya dibiarkan digelung asal sehingga beberapa helai rambut terjuntai bebas melewati lehernya. Raut wajahnya menunjukkan kekesalan karena dia duduk sambil menopang dagu.
Aku menghampiri Luna dan gadis itu berteriak sambil melambaikan tangan. Luna lalu memperkenalkanku dengan temannya yang ternyata bernama Anne. Gadis itu berdiri dan menjulurkan tangannya sambil tersenyum. Raut kesal itu seakan menguap begitu saja. Segera kusambut uluran tangan itu. Dan sejak perkenalan itu, semuanya berubah.
Anne sebenarnya tidak berbeda jauh dengan kebanyakan gadis lain. Sifatnya cerewet, kadang kekanakan, dan selalu ceria. Namun ada satu hal yang membuatku ingin selalu ada di dekatnya. Aku ingin selalu melindungi, menjaga dan membahagiakannya. Aku tidak ingin melihatnya menangis lagi karena laki-laki yang sudah pergi. Bahkan jika bisa, aku ingin merangkulnya untuk membiarkan bebannya merasukiku. Tak apa.
Entah perasaan macam apa yang membuatku ingin selalu membahagiakan Anne. Aku ingin selalu ada di saat-saat tersulitnya seperti ini. Aku ingin membuatnya terus ceria. Aku ingin dia bisa merasa nyaman saat bersamaku dan akhirnya dia bisa terlepas dari masa sulitnya, melupakan si mantan.

Tiada pernah kuduga kau ‘kan tiba
Menghapus semua luka yang kurasa
Membiarkan hatimu jatuh di pelukanku
Memaksa nurani tuk jatuh cinta

Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa, dua tahun berlalu sejak aku datang ke Indonesia. Itu berarti, sudah dua tahun pula aku mengenal Anne. Aku sudah dekat dengannya meskipun tidak ada kejelasan antara hubungan kami.
“Akira! Sini buruan...”
Sayup-sayup suara Anne membuyarkan lamunanku. Aku menengok mencarinya. Ternyata dia sedang duduk di kursi batu dengan Luna menghadap hamparan bukit yang ditanami sayuran oleh warga setempat.
Berhubung ini hari Sabtu, dan tepat dua tahun kedatanganku, mereka ingin merayakan hari ini dengan mengajakku pergi ke Bukit Moko. Bukit dengan ketinggian sekitar 1500 meter ini adalah dataran tertinggi di Bandung. Kami sudah bersiap pukul empat sore karena kami berniat untuk menikmati senja dilanjut menikmati hamparan lampu-lampu Kota Bandung.
Aku yang masih berdiri di depan kap mobil langsung berjalan menghampiri mereka. “Hai,” sapaku.
“Ngapain sih dari tadi ngelamun mulu di depan mobil? Tenang, di sini aman kok Kir. Mobil lo nggak akan dicuri orang.” Anne berceloteh seperti biasa.
Aku hanya tersenyum melihatnya. “Bawel.”
Anne langsung menoleh dan memicingkan matanya. Dahinya mengernyit dengan bibir mengerucut dan pipi mengembung. “Malah ngatain gue lagi.”
Udah, udah. Kalian ini giliran lagi so sweet, so sweet banget bikin gue ngiri. Giliran berantem, bikin gue pusing setengah mati.” Luna menengahi perdebatan kami. Dia lalu menyuruhku duduk di sampingnya dan juga bersebelahan dengan Anne.
“Jadi, kita di sini nungguin malem aja?” tanyaku setelah duduk dengan nyaman.
Luna menatap Anne sejenak, lalu mengangguk. Anne pun melakukan hal yang sama. Akhirnya, kami mulai berbincang kesana-kemari ditemani tiga gelas teh hangat karena cuaca di sini sangat dingin.
Matahari meluncur turun ke arah barat dengan perlahan. Cahaya kuningnya mulai berubah sedikit demi sedikit menjadi merah-kejinggaan. Awan putih yang sedang berarakan seperti mencari tempat pulang, menghalangi sosok matahari. Cahaya sang Raja Singa itu pun menyembur mewarnai langit biru muda di atasnya. Membuat kami tidak lagi memicingkan mata karena silau.
“Hai!” suara berat seorang laki-laki menghentikan obrolan ringan kami. Laki-laki itu membawa sebuah dus berisi kue yang di atasnya ditempeli beberapa buah lilin kecil. Ternyata dia Dion, pacar Luna.
“Lo?”
“Selamat dua tahunan kalian.” Dion menaruh Black Forrest berdiameter 20 cm itu di meja. Lalu, ia duduk di samping Luna dan mencium kening gadis itu dengan hangat.
“Katanya lo nggak bisa dateng. Ternyata...”
Dion hanya menyeringai menatapku. “Sori Bro, ini Luna sama Anne yang nyuruh. Gue ngikutin skenario mereka aja.”
Aku langsung menatap Luna, lalu beralih pada Anne. Gadis itu hanya menyeringai, membuat mata almond-nya menyipit. Hatiku mencelus seketika. Kujatuhkan tangan kiri di ubun-ubun kepalanya dan mengacak rambutnya penuh semangat. Ia hanya mendengus karena rambutnya berantakan.
“Kalian tuh kenapa nggak jadian aja, sih?”
Pertanyaan Dion membuatku tegang seketika. Andai lo tahu, gue nggak hanya mau jadiin dia pacar, Di. Tapi juga pendamping hidup. Aku hanya menyunggingkan senyum padanya, bingung harus menjawab apa. Sementara Anne memilih untuk menyalakan lilin-lilin.
“Ayo ini udah gue nyalain. Siap-siap ya, nanti keburu mati lagi. Anginnya kenceng banget,” Anne menatapku, Luna dan Dion bergantian. “Nggak pa-pa, lo ikutan tiup juga ya Di.”
Dion mengangguk bersemangat.
“Sekarang kita make a wish dulu buat persahabatan kita seterusnya.” Kini giliran Luna yang berbicara. Lalu, kami mulai menundukkan kepala dan berdoa dalam hati masing-masing. Tak lupa kuselipkan doa terbaik untuk hubunganku dengan Anne, semoga bisa lebih dari ini.
“Selesai.” Luna mendongak dan menatap kami. “Yuk, siap-siap ya. Satu... dua... tiga.”
Kami langsung meniup belasan lilin yang dipasang di atas kue. Asap tipis menari-nari di udara dan menghilang tanpa jejak, terbawa angin kencang.
Horeee. Selamat dua tahun ya!” aku mencolek krim kue dan kuoleskan di pipi Anne. Lagi-lagi, gadis itu menunjukkan ekspresi wajah yang sama saat sedang kesal.
“Lo tuh ya!” Anne bangkit dari duduknya dan berjalan ke belakangku. Dia menyekat leherku dengan lengan kirinya, dan mencolek krim putih itu. Lalu, ia mengoleskan banyak di wajahku tanpa ampun.
Luna dan Dion hanya tertawa melihat tingkah kami yang mungkin terlihat seperti anak kecil. Luna lalu memotong kue itu dan menaruhnya ke piring kertas yang sudah disiapkan di tasnya. Dipotongnya kue itu seukuran mulut, lalu disodorkan pada Dion.
“Anne ampun, ampun.” Akhirnya aku menyerah. Tapi dia tidak berhenti membuatku akhirnya harus menggelitiki pinggangnya. Anne mengaduh dan kini gilirannya yang minta ampun. Aku hanya tertawa melihatnya.
Langit mulai gelap. Sinar matahari begitu cepat menghilang. Mungkin karena kami terlalu asyik menikmati momen indah tadi. Lampu-lampu di bawah pun mulai menyala meskipun belum sepenuhnya.
“Anne, Kir, gue pulang duluan ya sama Dion.”
“Loh, kok gitu Lun?”
“Ada urusan ngedadak,” Dion menyambung. “Ya udah ya kalian abisin aja kuenya. Gue sama Luna udah makan banyak tadi.”
Akhirnya mereka berpamitan dan meninggalkan kami berdua. Suasana hening untuk beberapa saat. Kenapa tiba-tiba hati ini jadi merasa canggung? Rasanya aneh. Jantungku jadi berdegup sangat cepat saat ditinggal hanya berdua dengan Anne.
Kok diem?” tanya Anne.
Nggak. Gue capek nih gara-gara lo,” aku membersihkan sisa-sisa krim yang masih terlihat sedikit di wajah. “Eh Anne.”
Ya?”
Aku menatapnya dalam-dalam. “Makasih ya buat hari ini. Buat surprise yang lo dan Luna kasih buat persahabatan kita.” Ada perasaan aneh mengganjal di dada ketika aku menyebut kata persahabatan. Benarkah ini pure persahabatan?
“Nyantai aja,” Anne menyunggingkan senyum. Dia lalu memasukkan potongan kecil kue ke mulutnya.
Aku menikmati saat bisa melihat Anne secara dekat seperti ini. Ada aliran listrik yang mengalir cepat ke kedua ujung bibirku, menariknya dan membuatku akhirnya melukiskan sebuah senyum.
I want to spend my life with you, as long as I can,” ujarku tiba-tiba.
“Hm?” Anne menatapku polos, membuatku gemas ingin mencubit pipinya.
Nggak jelas? Gue nggak mau ada laki-laki lain yang bisa menemani dan membahagiakan lo selain gue.”
“Papa?”
“Itu masuk kecuali. Juga keluarga lo.”
Anne menatapku beberapa jenak, lalu kembali memasukkan potongan kecil kue ke mulutnya. “I don’t understand what do you talking about.”
I love you, Anne.”
Anne menatapku kaku. Mulutnya berhenti mengunyah.
“Gue sadar, perasaan gue nggak sekadar nyaman sama lo, Anne. Ada perasaan lain yang nggak bisa gue jelaskan kenapa. Bukankah cinta itu nggak mengenal alasan? Jadi, boleh gue sebut itu cinta?”
Anne masih menatapku bingung. Raut wajahnya benar-benar polos.
Would you be my last?” tanyaku lagi.


Sudah cukup waktuku mengenalmu
Kuingin membawamu lebih jauh
Membiarkan asmara bicara sejujurnya
Melabuhkan rindu di antara kita

Anne
Kalimat Akira masih terngiang jelas di benakku. Dia mengutarakan perasaannya. Dan, kenapa tiba-tiba perutku terasa mulas? Antara senang, bingung, terkejut, semua perasaan itu bercampur jadi satu. Membuat efek tidak wajar di hatiku.
Aku mencoba untuk menatapnya, mencari keseriusan yang terpancar dari sorot mata cokelat terangnya. Laki-laki itu menyunggingkan senyum tulus. Senyum yang selalu bisa membuatku merasa lebih baik.

Mungkin inilah akhir kesedihanku. Perasaanku terjawab. Akira memiliki perasaan yang sama denganku.
Aku hendak melontarkan jawaban tapi ponselku berdering lebih dulu. Perhatian kami langsung teralih pada layar ponsel—yang tiba-tiba menyala—yang tergeletak di atas meja. Kuraih ponsel dan membuka isi pesan masuknya.
Hai, apa kbr? Udh lama nggak ktmu, ya... Aku melebarkan pupil melihat nama si pengirim. Julian. Laki-laki yang sudah meninggalkanku begitu saja demi perempuan lain. Apa maksudnya dia menghubungiku lagi?
Deg. Aku menatap Akira—yang masih menatapku santai—dan layar ponsel secara bergantian. Hatiku didera keresahan tiba-tiba. Ke mana seharusnya aku melabuhkan hati?

***

With love,

You Might Also Like

23 komentar

  1. yah..seharusnya si Anne gak perlubingung ke mana hatinya harus berlabuh...kcuali klo mmg si Anne msi pnya sisa-sisa perasaan sm Julian...
    Bgus...:)
    cm agak terburu-buru menggambarkan tokoh dan proses alur crita. yah. i2 mnurutku sih...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya harusnya sih gitu ya...

      Bener. Aku ngerasa gitu juga mungkin karena cerpen terbatas ya:( semoga bisa dijadiin novel deh biar bisa lebih luwes. Thank you :)

      Delete
    2. hehhe..iya, ig sih...kan cerpen alias cerita pendek. ^_^

      Amiiinn...semoga ^_^
      sama-sama :)

      Delete
  2. pas Akira bilang 'I love you' ke Anne kok aku ikutan deg gitu yah.. hahahha langsung kepikiran sesuatu #halah

    awalnya aku bingung. aku kira mantannya Akira itu adalah Luna. tapi bukan kan? iyaa dibagian itu aku salah tangkap, tapi setelah baca kelanjutannya udah mulus aja sih..

    endingnya ngegantung.. kalo aku jadi Anne sih aku milihnya Akira :3 uwuwuwuw

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ciee ngebayangin lagi ditembak juga ya kak? Haha

      Bukan bukan, Luna malah saudaranya.

      Sengaja soalnya masih ada lanjutannya :3

      Delete
    2. mahahaha enggakkk gitu juga sih :)))

      ohh iyaaa... ditunggu kelanjutannya :3

      Delete
  3. Keren nih, apalagi pas "Apakah Cinta Membutuhkan alasan?" mungkin dia sangat bingung menjawab..
    Haha kenapa gue jadi kebawa kaku gini.. Sip

    ReplyDelete
  4. Kadang orang yg sudah lama udah jauh dari kita,tiba2 datang lagi tanpa sebab #Nyesek -_-
    Keren tulisannya :D

    ReplyDelete
  5. saat gue membacanya tiba-tiba gue terbawa oleh suasana.
    bagus cerpennya kaka :D Semangat terus ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih makasiihhh.. Tunggu lanjutannya ya

      Delete
    2. oke mbak di tunggu walau badai menghadang !!

      Delete
  6. seneng bgt deh baca cerita ttg Akira sama Anne, berasa muda lagi. tapi sayang ending nya agak maksa ya, hanya krn Julian menghubungi lagi,, alasan yg kurang kuat utk membuat Anne galau, apalagi Julian prng nyakitin Anne.. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha berasa tua kak.

      Itu belum selesai, masih ada lamjutannya kok. Ditunggu ajaaa :D

      Delete
  7. nahhh konfliknya udah keliatann.. seruuu seruuu.. ditunggu kelanjutannya, wi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ini udah mau masuk konflik. Kita liat aja nanti yaa :D

      Delete
  8. Aaa... Akhirnya Akira nyatain perasaannya ke Anne >,<

    Tapi tapi tapi... Kenapa Julian harus dateng disaat seperti ini? Why? Why? WHY?!! *teriak gaje dengan ekspresi lebay*

    Ditunggu kelanjutannya kak~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Liaaa kalau kamu di depanku udah aku sumpel loh mulutnya haha nggak deng becanda. Kamu heboh banget ekspresinya.

      Ditunggu yaaa :)

      Delete
  9. kayaknya sih ini rencananya si Luna sama Dion aja biar mereka bisa berduaan.. atau mungkin ini rencana si Dwi bikin Luna sama Dion pergi biar Anne sama Akira bisa berduaan hahaha

    tapi nembaknya simpel banget. dan dijawab dengan, "Papa?" :D

    tapi masa iya cuma karena sms dari Julian Anne jadi galau? aaah...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah kayaknya perkiraan yang kedua bener bang. Kamu emang penulis yang pinter-_-

      Karena nembak yang lebay dengan bunga dan cokelat udah sangat mainstream hihi.

      Namanya juga cerita~

      Delete

Tell me what do you want to tell :)