[Cerpen] Mengungkapkan atau Memendam?

Perasaan ini sudah bertahan cukup lama. Layaknya air yang didiamkan di dalam freezer. Semakin lama semakin mengeras. Aku tak tahu dari mana datangnya rasa yang orang bilang, cinta. Tapi, aku tidak yakin mengapa aku harus menyebutnya cinta. Aku hanya senang melihat wajahnya. Aku hanya malu saat bertatapan langsung dengannya. Aku hanya ingin tersenyum melihat tweet-tweet polosnya. Aku hanya suka mendengar suaranya yang kecil dan lembut. Mungkin saja aku kagum, kan?


Biar kuceritakan lebih dulu. Dia adalah teman sekelasku di kelas XI SMA ini. Melodi. Dia adalah siswa pindahan saat menginjak semester 2. Awalnya aku tidak dekat dengannya. Hanya saja karena hobiku yang senang bermain musik, lama-kelamaan kami menjadi dekat. Kebetulan dia suka menyanyi. Dan suara yang kecil nan lembut itu makin terdengar merdu di telingaku.

Saat istirahat, aku lebih sering menghabiskan waktu di ruang musik untuk memainkan gitar. Dia pun dengan senang hati mengikutiku dan bernyanyi tepat di sampingku. Aku selalu curi-curi pandang ke arahnya untuk menatap raut wajah saat sedang bernyanyi.

Wajah polos itu, dengan rambut panjang melewati bahu yang selalu dikucir kuda. Poninya selalu tidak melebihi alis. Matanya seperti biji almond dan dinaungi alis tebal yang melengkung indah bak pelangi. Hidungnya tidak bangir, tidak pula pesek. Bibirnya tipis dihiasi gigi gingsul sebelah kanan yang membuatnya terlihat lebih manis dari gadis-gadis lainnya, menurutku. Bentuk wajah tirus itu dibalut warna kulit khas gadis Indonesia, kuning langsat.

Jika dia lupa dengan lirik yang dinyanyikannya, refleks dia akan tertawa. Dia tidak pernah malu tertawa terbahak-bahak. Lagipula, karena ukuran mulutnya kecil, dia tidak bisa tertawa dengan mulut terbuka sangat lebar. Aku hanya mampu tersenyum saat dia tertawa. Sungguh, aku tidak ingin siang segera berganti malam. Aku ingin menikmati waktu lebih lama dari biasanya agar bisa menghabiskannya dengannya. Karena kau tahu? Menghabiskan waktu dengan orang yang dicintai saat ini adalah anugerah terindah yang mungkin takkan terjadi esok.

Banyak teman-teman yang mengira kami berpacaran. Aku pun bingung sebenarnya untuk menanggapi gosip yang beredar itu. Aku takut pertemanan kami jadi berantakan saat aku mengutarakan perasaanku. Aku tidak yakin jika dia memiliki perasaan yang sama denganku. Tapi, memendam rasa yang sudah berkecamuk tidak menentu ini rasanya memang tidak nyaman.
***
Setelah ujian akhir selesai, sekolahku mengadakan pensi dan tentu, aku dan dia menjadi partner untuk menampilkan sebuah karya di depan panggung nanti. Latihan selama dua minggu berturut-turut memaksaku untuk terus menahan perasaan yang tumbuh semakin cepat layaknya kanker. Aku sudah tidak ragu lagi bahwa rasa yang kumiliki ini adalah cinta. Seperti yang sahabatku bilang bahwa mungkin benar, aku mencintainya. Kebersamaan kami membuatku merasakan sebuah perasaan hangat, bahagia dan aneh, menjalar cepat menembus dinding hati dan akhirnya bersemayam di sana.

Lagu yang kami pilih untuk acara itu adalah Could It Be yang dinyanyikan oleh Raisa. Lagu itu membuat rasa di hatiku semakin membuncah. Aku yang mengusulkan dan dia menerimanya dengan senang hati. Dia menyanyikan lagu itu dengan ceria dan santai. Atasan sifon tanpa lengan berwarna putih dipadukan dengan rok selutut model bertumpuk berwarna oranye menutupi tubuh mungilnya. Wedges putih setinggi 5 senti membalut kakinya yang jenjang. Rambutnya kali ini dibiarkan tergerai dan bergelombang. Dilingkarkan sebuah bando berwarna senada dengan rok dihiasi polkadot berwarna putih tepat di kepalanya. Sementara aku sendiri mengenakan kaos putih dibalut kemeja flanel kotak-kotak berwarna oranye gelap dengan jeans biru dongker. Rambutku yang pendek sedikit diberi gel agar bisa berdiri tegak. Duri landak, ledek teman-temanku sejak dulu.

Dia menyanyi cukup tenang dan santai, membuat penonton bisa ikut terbawa suasana dan bahkan sebagian siswa ikut mengangkat tangan dan melambai-lambaikannya. Sesekali dia menghampiriku dan menjatuhkan tangannya di bahu. Darahku berdesir dan langsung kualihkan pandanganku pada senar gitar. Takut jika tiba-tiba aku lupa kunci.

Could it be love, could it be love
Could it be, could it be, could it be love
Could it be love, could it be love
Could this be something that I never had

Riuh-rendah tepuk tangan langsung menggema di dalam ruangan. Aku dan Melodi membungkukkan badan tanda ucapan terima kasih. Kami langsung turun panggung dan diam sejenak di belakang panggung. Setelah menaruh gitar, kami berjalan menuju taman belakang sekolah.

“Makasih atas kerjasamanya ya.” Ujarku sambil menatap mata almond-nya.

Dia menyunggingkan senyum. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat. “Iya sama-sama. Makasih juga ya nggak salah kunci tadi.” Dia terkekeh di akhir kalimatnya.

“Iya tadi gue hampir aja lupa. Tapi untungnya enggak.”

Dia hanya menganggukkan kepala, mungkin bingung harus menanggapi kalimatku dengan kalimat apa.

“Mel,” aku memecah keheningan taman siang itu.

Ya?”

“Gue suka sama lo.” Entah keberanian dari mana yang membuatku akhirnya mengungkapkan perasaan terpendam berbulan-bulan itu. Aku langsung merutuki diriku sendiri. Pikiranku berkecamuk, gelisah, memikirkan kemungkinan buruk akan segera datang.

Dia menatapku bingung, lalu raut wajahnya menunjukkan makna yang tak dapat kumengerti. “Kamu serius?”

“Apa yang bikin gue nggak serius?”

Melodi menggerakkan lengannya mendekati lenganku. Lengan putih itu kini menggenggam lenganku dengan lembut dan hangat. Bisa kurasakan tenang menjalar cepat ke seluruh tubuh. Waktu, tolong berhenti sejenak. Tolong berhenti untuk beberapa saat saja. Biarkan aku menikmati momen ini lebih lama.

“Maaf, tapi perasaanku hanya sebatas teman. Aku udah anggap kamu sebagai kakak sendiri.”

Aku merasa ada sesuatu yang salah dengan hatiku. Seperti tercabik. Batinku terkoyak. Jantungku berdebar. Bukan karena bahagia, tapi terluka. Aku tidak dapat menggambarkan bagaimana sakitnya perasaanku, hatiku maksudnya, saat ini. Lengannya masih menggenggam lenganku. Lalu pandanganku beralih menatap wajahnya yang masih ber-make up tipis. Sorot matanya menyiratkan rasa bersalah dan aku tak sanggup berada di saat seperti ini lebih lama lagi.

“Melodi!” seseorang memanggilnya dari pintu belakang panggung.

Kami berdua menoleh dan Melodi langsung menarik lengannya. Cowok itu berjalan menghampiri kami dengan langkah lebar dan tubuh yang tegap.

“Aku nyariin kamu kok malah ngilang?” cowok itu langsung melingkarkan lengan kirinya di pinggang Melodi dan mengecup kening gadis itu.

Aku menatap mereka berdua dengan kaku. Ingin rasanya segera pergi dari tempat ini. Tapi jangankan berlari, melangkahkan kaki saja rasanya sulit. Masih tidak percaya dengan sesuatu yang kulihat di depanku saat ini.

Source: tumblr

“Daf, kenalin ini Ari, pacarku. Ari, kenalin ini Dafa, teman sekelasku.” Melodi saling memperkenalkan kami. Bisa kulihat ekspresi bingung membingkai wajahnya. Sungguh, aku paham perasaannya saat ini. Tapi bagaimana juga dengan perasaanku?

“Dafa.” Aku mengulurkan tangan.

“Ari.” Dia membalas uluran tanganku. Kami berjabat tangan untuk beberapa saat.

Hati ini masih berkecamuk. Ribuan pikiran masih menjejali otakku tanpa ampun. Emosiku masih belum stabil untuk menerima kenyataan. Bahwa, orang yang—sungguh—aku cintai ternyata sudah memiliki pacar. Dan, dia hanya menganggapku teman.

Dia tidak tahu bahwa hatiku sudah mencintainya terlampau jauh. Memang salahku tidak mempersiapkan antisipasi saat aku jatuh sebelum tiba di palung hatinya. Salahku juga tidak memperkirakan jika sudah ada penghuninya di sana. Kini, aku terlanjur jatuh di hadapan mereka dan kesulitan untuk bangkit.

Mencintai dan ingin memiliki itu manusiawi. Tapi, memang takdir tak selamanya berpihak padamu.



With love,

You Might Also Like

36 komentar

  1. maaf berkomentar.. :)
    tokoh laki2 yg menjadi narator di cerpen ini tdk terasa, bahasa yg dipakai si "aku" seperti perempuan.... dan ceritanya cukup klise. ayo, eksplor lagi... terus menulis :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke oke Mas makasih atas masukannya ya.

      Delete
    2. Iya Mbak Dwi, saya bingung tadi pas baca, kenapa tokoh yang dikagumi kok kayak perempuan, soalnya rambutnya panjang, pake bandu, dll. Apa saya yang salah membaca ya karena terlalu cepat ? :)

      Delete
    3. Iya tokoh yang dikagumi emang perempuan Mas, kalo yang mengagumi laki-laki. Mungkin emang bahasanya terkesan condong ke perempuan. Oke nanti dibikin lebih baik lagi :D

      Delete
  2. Iya, tokoh "aku" terlihat seperti perempuan. Mungkin karena keseringan denger alur kayak gini yang mengalami hal seperti ini juga kebanyakan perempuan. Tapi, alurnya bagus kok...

    Terkadang lebih baik memndam daripada harus mengungkapkan jika tau akhirnya seperti ini. Tapi, jika kita memendam lebih lama maka kita akan terpuruk sama perasaan yang nggak bakal kita tau apakah si doi juga punya perasaan yg sama. Sedangkan kalo pengen mengungkapkan ya hanya ada dua kemungkinan diterima atau ditolak. Ya intinya sih menerima dengan ikhlas hasil akhirnya *apaan sih* :D

    Keep writing :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya harusnya dibedain dari bahasanya ya. Sipsip deh :)

      Bener, tapi kalo cowok sih ya... Mending ungkapin aja. Meskipun tau ada resiko ditolak. Seenggaknya gentle dikit gitu..

      Iya Fatimah, kamu juga ya :)

      Delete
    2. Iya kak :)

      Kalo cewek gimana kak? katanya emansipasi wanita :D eh tapi mending dipendam aja deh

      sip^^

      Delete
    3. Ya nggak salah juga sih diungkapin aja. Tapi biasanya kalo cewek suka malu gitu ya :D

      Delete
  3. awalnya Friendzone....
    endingnya KakakAdekanZone.......
    aku tak bisa komentar banyak. salhnya sendiri kenapa memupuk Friendzone terlalu lama, akhirnya gitu deh Melodinya nyaman sama statusnya yg cuman sebagai teman sekaligus adik . hidup emang pelik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ngenes ya-_-

      Iya pelajaran aja kalo suka ya ungkapin. Biar jadi nggak kenyamanan sama status friendzone apalagi KakakAdekanZone

      Delete
  4. nice short story, ada yang bisa dipetik dr kisah ini, trs menulis hingga udara dan tanah tak berselisih lagi :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apaan yg bisa dipetik? Daun teh di pucuk? :D

      Ini komen yg membangun banget loh.. harus ditelaah dalam2..

      Delete
    2. Pucuk pucuk... *gaya ulat hijau*

      @Kak Dian: Iya makasih Kak, siap-siap!

      @Bang Edotz: Hmm, baiklah Bang :D

      Delete
  5. Hemm iya kak sari, awalnya aku kira yg jadi tokoh utamanya itu perempuan, terus aku bertanya - tanya kok suka sama Melodi ? jadi tokoh utamanya itu laki - laki toh.
    Tapi semua itu tercover dengan rapi sama alur ceritanya, keren deh dan ... nyesek deh -_-
    Sebenernya kadang kita salah mengartikan "seseorang" yang ada didekat kita itu sebagai rasa cinta, karena udah ngasih sinyal kenyamanan dan rasa - rasa yg lain. Of course kita kadang juga salah mengartikan sinyal - sinyal tersebut. Manusiawi banget sih.
    Friendzone berubah menjadi AdekKakakZone terus mungkin akan berujung pada "aku bukan siapa-siapa" wkwkwkwk #AkuRapopo

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Taufan, kebiasaan bikin tokoh utama perempuan nih. But thanks yaa. Baca cerpen aku, nyesek, udah biasa :D

      Haha iya harus peka aja. Inget di ngobrol unyu. Peka itu ternyata bermanfaat, kan?

      Delete
  6. Iya makasiihh :)

    Mungkin penggunaan bahasanya aja harus dibedain lagi. Sip.

    ReplyDelete
  7. *udah komen panjang-panjang terus ilang*
    *nyakar-nyakar kalender*

    Pada ngomong tokoh 'aku' kayak cewek ya? Ah.. Itu perasaan mereka saja. Tapi emang awalnya iya sih.. #Lah

    Mungkin ini efek penulisnya rentan galau ya, ngegambarin karakter cowok aja bahasanya terlalu halus dan santun. Mungkin kalau 'aku' diganti 'gue' kayaknya lebih sedikit terobati bukan cuma pas di percakapannya aja.

    Dan endingnya kenapa pacarnya si cewek harus dateng setelah prosesi penembakan coba? Kenapa gak sebelum ngungkapin perasaannya aja? Kan gak nyesek-nyesek amat.. Kasian banget Dafa. Kayaknya butuh hiburan banget, ntar gue suruh beli buku 'Colover' ah si Dafa biar gak sedih2 amat.

    Oh iya Wi, sekali2 bikin cerpen yang endingnya gak ketebak dan gak terduga.. Biar gak terlalu umum konfliknya.

    Misal cerpen di atas bisa dibikin endingnya, ternyata Melody ini sebenernya cowok, nama aslinya Mulyadi. Gitu... Dafa kaget, pacarnya melody kaget. Akhirnya Dafa dan Ari hidup bahagia selamanya..

    Iya gitu aja sih. Silakan diambil hikmahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha iya kesel ya Bang. Kesel banget. Makanya dicopy aja coba. Btw, kenapa harus kalender yang dicakar? Nggak macan tutul?

      Mereka 'saja'? Kaku amat Bang :|

      Galau ya? Hm.. Iya penulisnya terbiasa galau. Dan terbiasa juga nulis tokoh utama cewek. Ini sebenernya lupa aku lagi bikin karakter cowok hahaha

      Cie numpang promosi ceritanya. 1 kata cepek ribu ya Bang. Nggak mau gratis ah~

      Iya boleh ya nanti aku coba deh. Belajar keluar dari zona nyaman. Oke makasih sarannya Bang

      Delete
    2. Saran terakhir dari bang edotz jangan diikutin, wi. Itu horor banget. Penyesatan secara halus...

      Delete
    3. Haha Bang Mamat care banget sama bang Edotz. Aku terharu sama kalian.

      Delete
  8. Sama kayak yang diatas, aku juga ngira nih tokoh utamanya cewek... Terus yang lebih overload lagi... Dia suka ama Melodi. Nah, Melodi ini cewek, artinya cewek suka ama cewek dong... Jadi mereka...? ee... Gitu deh...

    Aku baru tau tokoh utamanya cowok pas si Melodi ngenalin ke pacarnya... Pacarnya melodi pun ini aku ngiranya juga cewek... Huh... Lagi - lagi terjadi konspirasi gender yang penuh dilema...

    Tapi bener lho... Ini cerita nyesek banget. Soalnya aku juga pernah ngerasain hal yang sama. Mencintai tapi nggak dicintai. Itu rasanya dunia seolah tak berharga lagi... Seolah aku pengen njebur kali dan ngambang disana selamanya...

    Akhir kata... Cerpen kak Dwi tetep elegan seperti sebelum - sebelumnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha pikiranmu Dali-_-

      Iya iya harus aku benerin buat ke depannya nih, bedain tokoh utama cowok sama cewek.

      Mati dong?-_- hih janganlah. Cinta nggak sesakit itu kok sampe harus bunuh diri. Cukup silet urat nadi aja di leher.

      Elegan kayaknya wah banget ah. Tapi makasih yaa

      Delete
  9. Bener, sih, sama kayak yang diatas. Awalnya saya mengira tokoh utamanya juga cewe. Tetapi kan sudah diklarifkasi di beberapa paragraf, jadi masih bisa dimengerti. Hehehe, mungkin karena penulisnya suka galau mulu dan menggambarkan sosok yang 'halus'.

    Seperti biasanya, saya sangat suka kata demi kata dalam penulisan kamu, wi. Cocok lah dengan pesona penulisnya yang 'cewek banget' ini. Hahaha. Ya, walau premisnya sudah klise, namun masih asik kok untuk dibaca sampai abis.^^

    Anyway, semoga novel kamu tembus di Bukune, ya. Semangat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Bang iya haha. Dan lupa juga sebenernya kalo aku lagi nulis tokoh cowok di sana.

      Kayaknya aku harus cari premis lain ya.

      Aamiin, makasih banyak Bang Mamat! Doain akuuuu :D

      Delete
  10. bagus kak ceritanya. Memang seharusnya perasaan itu harus di ungkapkan, biar orang tersebut tau.

    sama kaya yang di bilang komentar di atas, pertama aku baca tokoh "aku" itu perempuan. tapi ternyata laki-laki hihihi. Kalo tokoh nya cowok mungkin tulisannya bisa di tambhain lebih tegas dan jail usil kayak pemikiran cowok hehe

    gitu aja kak, semangat nulisnya lagi :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya tapi kadang orang mikirnya takut jadi jauh ya._.

      Sip sip makasih sarannya Lilis :)

      Delete
  11. Aku kira ini pengalaman kamu sendiri, gak taunya karakter utama laki-laki. Penjelasan situasi sama tokohnya jelas banget, mudah dicerna.
    Kasian ya kena Brother Zone. Kalo gini ceritanya kasi judul AKURAPOPO :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya bahasanya nanti aku benerin lagi Bang.

      Kalo judulnya gitu udah ketauan sad ending pasti._.

      Delete
  12. Setelah baca ini konfilnya hampir sama kayak film pendek corneto, tapi mungkin cuma sehati doang kamu sama penulis skripspnya. Atau mungkin juga konfliknya masih normal, jadinya bisa ke tebak gitu. Hehe

    Poin yanh paling penting sebelum naik panggung, saya bisa ngebayangin secara detail sosok Dafa sama melodi. Itu kasih tahunya detai banget ngasih tahunya.

    Ih, iya. Mau nanya mata almond yang kek gimana? Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masa sih Kak? Iya mungkin kami satu pemikiran. Haha iya masih mainstream nih-_-

      Tau biji almond nggak yang ada di topping donat deh? Nah semacam itulah. Bulat enggak, sipit juga enggak :D

      Delete
  13. Coba deh kak main-main sama alur.. jangan runtut aja gitu. Coba aja ini diceritain dari pas turun dari panggung, abis itu flashback.. siapash melody? siapa sih dafa? abis itu lanjut lagi ke cerita abis turun panggung. Abis itu flashback lagi.. lanjut lagi.

    seenggaknya dengan 'bermain' di tempat lain bisa menyelamatkan cerita yang menurut ku agak klise aja sih. Keep writing '-'9

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh iya ya bisa juga Hud, nanti aku coba deh. Main sama alur di pantai. *Itu aiirr*-_-

      Thank u thank u *ikutan bungkuk*

      Delete
    2. -_-

      iyasih, aku paham kalo udah ada di level kak dwi ini... yang udah enggak ada masalah sama penggambaran cerita, cara nulisnya juga udah enak, rapi.. iya, jadi kalo udh di level ini yang paling sulit itu biasanya bikin cerita yang enggak ketebak. Itu sungguh sangat menyulitkan sekali *engga efektif..

      jadi kadang untuk menutupi kelemahan di sisi cerita, kita bisa bermain-main di alurnya... keren enggak kak aku? *eh

      Delete
    3. Ini maksudnya apa levelku?-_-
      Aku bakal belajar buat keluar dari zona nyaman Hud. Iya, baiklah..

      Iyain aja biar cepet =)

      Delete
  14. oh no....ini pas sama lagunya d nasib....cinta ini membunuhku.....ngenes banget...tapi pembalajaran juga...nggak perlu galau...tunggu beberapa tahun untuk bisa tenang...setelah itu akan mendapat pengganti cinta yanglebih baik....ya...entah berapa tahun...nggak tau juga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha iya bener Bang. Tapi waktunya tergantung sih. Bulanan juga bisa kalo kitanya niat move on.

      Delete

Tell me what do you want to tell :)