Selamat Hari Ayah




12 November 2013

Selamat Hari Ayah nasional!

Begitu mendengar bahwa hari ini adalah hari Ayah, hal yang pertama kuingat adalah sosok Ayah yang pendiam, dingin, kadang usil, serius, dan begitu bijaksana.


Entah kenapa, mengingat sosok Ayah mampu menjatuhkan tetesan air mataku begitu saja. Mungkin, selama ini Ayah memang pendiam. Ayah tidak begitu banyak bicara. Ayah jarang banyak bercerita. Ayah terlihat seperti tidak begitu peduli. Padahal, aku percaya, dalam hatinya, beliau begitu sangat memperhatikan dan memedulikan anak-anaknya.


Aku anak pertama yang ada. Sejak aku kecil, Bapak memang jarang banyak bicara. Bapak jarang berkomentar dengan cerita-cerita yang kuceritakan padanya. Beliau hanya sesekali tersenyum simpul menanggapi ceritaku. Sejak aku kecil, beliau jarang sekali memarahiku. Jika Bapak marah, beliau hanya menatapku dengan tajam. Dan aku mengerti maksudnya. Tapi aku tahu, di balik sikap pendiamnya, Bapak adalah orang yang sangat humoris. Dan juga usil.

Bapak yang pendiam, ternyata diam-diam selalu menyelusup memasuki kamarku sepulang kerja untuk memperhatikan anak perempuannya tertidur. Berjalan mendekat, lalu mencium keningnya dengan lembut. Atau yang meskipun lelah, tetapi masih sanggup menggendong anaknya yang tertidur di depan tv dan memindahkannya ke kamar. Atau yang diam-diam bertanya pada Mama tentang kabar anaknya seharian. Atau yang diam-diam bertanya tentang seseorang yang sedang dekat dengan anaknya. Atau yang menelepon anaknya dengan sebuah alasan padahal rindu dengan suara anaknya yang sudah lama tidak pulang. Di balik sikap dingin dan pendiamnya, ternyata seorang Ayah jauh lebih peduli dengan Ibu. Hanya saja, Ayah tidak bisa menunjukkannya secara langsung.

Menulis tulisan ini akhirnya mampu menjatuhkan banyak air mataku. Entah, pengorbanan Bapak begitu banyak dan tak bisa kusebutkan satu per satu.

Aku hanya ingin mengucapkan banyaaaaak terima kasih atas semua perjuangan yang Bapak berikan untukku. Terlalu banyak sampai akhirnya aku merasa begitu payah. Karena sampai aku menulis tulisan ini, belum ada sesuatu hal yang bisa membuatmu bangga. Terima kasih sudah mendidikku sampai sebesar ini. Terima kasih sudah rela menghabiskan banyak waktu kerjanya hanya untuk mengantarku karena kau tak ingin anakmu kenapa-napa. Terima kasih sudah banting tulang dengan gigih untuk menyekolahkan anakmu. Terima kasih sudah rela terlelah dan tidur hanya beberapa jam hanya untuk menghidupi keluargamu. Terima kasih, terima kasih, terima kasih sudah berkorban banyak. Bahkan, rasanya mengucapkan ribuan terima kasih pun takkan sebanding dengan perjuanganmu selama ini.

Maaf, Pak. Engkau sudah berkorban banyak untukku, tapi anakmu ini belum bisa memberikan sebuah kebanggaan. Maaf aku masih suka merepotkan dan menyusahkan. Maaf aku masih suka membuatmu khawatir. Maaf aku belum bisa memberikan yang terbaik selama 18 tahun ini. Maaf belum bisa membuatmu tersenyum bangga. Maaf jika selalu menyita banyak waktumu bekerja. Maaf, maaf, dan maaf untuk semua kenakalan yang pernah kulakukan dan membuatmu lelah. Pak, aku sedang berusaha dan terus berusaha untuk membuatmu bangga memiliki anak sepertiku.

Semoga Allah memberikanmu umur panjang dan kesehatan selalu. Kelak, kau dapat menyaksikan langsung kesuksesanku dan kulihat kau tersenyum bangga atas prestasiku bersama Mama.

Pak, Teteh sayang sama Bapak, juga Mama:')

Maybe I'll find my prince. But, you will always be my King!

With love,


You Might Also Like

0 komentar

Tell me what do you want to tell :)