Cerpen: Forget About Your Past


Siang itu matahari bersinar sangat terik. Semua orang banyak terlihat di dalam mall-mall dan tempat-tempat sejuk lainnya. Tapi berbeda dengan Aurel. Dia malah nekat menembus panasnya matahari. Dia terus berjalan dan berjalan. Semakin cepat dan berlari. Air matanya tak dapat ditahan lagi.
Semua orang banyak yang melihatnya. Tapi dia tidak peduli. Yang dia butuhkan sekarang hanyalah tempat sepi untuk menenangkan diri. Tempat yang sejuk yang bisa membuatnya lebih tenang. Bukan suasana seperti ini. Panas, di jalanan banyak orang.
Aurel baru saja bertengkar dengan pacarnya—Dava. Mereka telah jadian 5 bulan lalu. Tapi selama 5 bulan itu, Dava masih belum bisa melupakan mantan di masa lalunya—Cecil. Selama ini Aurel sudah berusaha sabar, tapi Dava selalu tidak mengerti akan perasaannya. Dava selalu saja cerita pada Aurel tentang Cecil. Awalnya Aurel sabar untuk selalu mendengarkan cerita dan curhatan Dava. Tapi lama kelamaan hatinya semakin teriris. Hatinya semakin sakit. Jika bertemu dengan Cecil, ingin sekali Aurel membunuhnya!
***
“Rel! Tunggu!”
Aurel berbalik. Tapi sesaat dia segera berlari untuk menghindar.
Dava mengejarnya. “Rel tunggu bentar!”
Aurel semakin berlari dan menjauh. Tiba-tiba air matanya mengalir lagi. Dia segera masuk toilet untuk menutupi kesedihannya dan menghapus air matanya.
Dava menunggu Aurel di depan toilet cewek. Tak lama menunggu, Aurel keluar.
“Rel!” cegat Dava menarik lengan Aurel.
Aurel menoleh. Lalu dia segera menunduk.
“Rel, maafin aku kemarin. Please maafin aku ya Rel maaf...”
Aurel tak menghiraukan Dava. Dia masih terisak. Semua siswa melihat drama antara Aurel dan Dava di depan toilet. Tapi Aurel dan Dava benar-benar tidak peduli. Yang Dava inginkan hanya satu, Aurel. Dan yang Aurel inginkan hanya satu, Dava lupa akan mantannya itu!
“Lepas!” Aurel berusaha sekuat tenaga melepaskan genggaman lengan Dava dan bergegas pergi meninggalkan Dava yang sedang terdiam kaku.
***
“Rel, kamu masih bertengkar sama Dava?”
“Udah deh Ngel, gak usah bahas itu. Bisa?”
Angel—sahabat terbaik Aurel, kembali diam. Dia ingin tau sejauh mana hubungannya dengan Dava sekarang. Karena memang akhir-akhir ini Aurel terlihat tidak seperti dulu dengan Dava.
“Rel, kalau kamu mau cerita, cerita sama aku aja. Aku siap denger apapun yang mau kamu ceritain.”
Aurel menghentikan kegiatan menulisnya. Dia menatap Angel yang duduk di sebelahnya. “Makasih ya Ngel, tapi mungkin aku gak bisa cerita sekarang.” Aurel mencoba tersenyum. Padahal hatinya saat itu menangis.
“Yakin? Aku yakin kamu pingin cerita kan Rel?”
Aurel terdiam sesaat. Tak lama kemudian, dia segera memeluk Angel. Dia segera menangis di bahunya. Angel dengan segera menenangkan sahabatnya itu. Dia mengelus lembut bahu Aurel dengan penuh kasih sayang. Karena yang Aurel butuhkan sekarang hanyalah ketenangan.
“Kamu cerita deh,”
Aurel melepaskan pelukannya. Matanya memerah dan bengkak seketika. Dan tanpa berfikir lebih lama lagi, dia segera menceritakan semuanya. Mulai dari Dava masih kefikiran mantannya, Dava masih berkomunikasi baik dengan mantannya, bahkan sampai Dava masih terlihat ingin tau semua tentang mantannya.
“Loh serius Rel?” Angel terkejut.
“Ngapain aku bohong? Dia bilang kalau mantannya itu mantan terbaiknya. Dia pertama kali pacaran pakai hati tuh sama dia. Mana lagi sama dia itu pacaran paling lama.” Aurel kembali terisak.
“Aurel sayang,” Angel mengelus rambut sepunggungnya Aurel. “Maaf sebelumnya kalau kata-kata aku ini bikin kamu sakit hati. Tapi aku cuma mau kamu siap dengan semuanya.” Angel berbasa-basi.
Aurel mengangguk tanpa lepas dari isakannya.
“Gini deh. Tadi kamu bilang bla bla bla tentang Dava dan mantannya. Menurut aku, seberusaha apapun Dava buat lupain mantannya, dia pasti bakal terus inget sama mantannya itu. Apalagi pacaran paling lama sama dia, pertama kali pacaran pakai hati juga sama dia. Kalau memang sama mantannya udah lupa, tapi kenangan yang udah terukirnya itu gak akan pernah hilang. Kenangan mereka pasti akan terus terkenang...” ujar Angel bijak.
Aurel kembali memeluk Angel. Dia terus menangis sekuat tenaga. Dia ingin melepaskan bebannya. Ingin melepaskan sakit hatinya. Ya, memang apa yang Angel bilang itu benar.
“Ngel...” suara Aurel terdengar sangat lirih seperti orang yang sudah tidak bersemangat untuk melakukan apapun.
“Ya?”
“Salah nggak sih kalau aku marah sama Dava?”
“Ada salahnya, ada enggaknya juga.”
Aurel melepaskan pelukannya. Dia menatap Angel. Sorotan matanya seolah meminta Angel untuk menceritakan maksudnya.
“Kamu salah, harusnya di saat kayak gini kamu berusaha untuk ada di samping dia. Kamu berusaha buat nenangin dia. Berusaha kuat di samping dia. Pasti susah, tapi coba deh buat dia yakin kalau kamu itu memang pacar terbaik yang dia punya. Kalau gak salahnya, ya aku juga ngerti perasaan kamu sekarang. Mungkin kamu mau jaga perasaan kamu jadi ngehindar dari dia, gitu kan?”
Aurel bingung. Entah apa yang harus dilakukannya saat ini. Dia tak ingin kehilangan Dava. Dia sangat menyayangi Dava. Mungkin itu alasan mengapa sampai saat ini dia masih bertahan di samping Dava walaupun Dava sering sekali menyakitinya.
“Saran aku, coba kamu bicara baik-baik sama Dava deh. jangan bikin hubungan kalian gantung kayak gini ya.”
“Susah Ngel. Aku pasti nangis di depan dia. Aku gak mau terlihat lemah di depan dia.”
“Tapi dia udah tau kan kamu lemah? Aku yakin dia ngerti perasaan kamu, tapi dia juga bingung. Percaya deh, waktu akan menuntun kalian pada kebahagiaan. Asal kamu dan dia sama-sama sabar dan harus saling mengerti juga ya,”
Aurel mengangguk. Hatinya sedikit lebih tenang. Semoga waktu berpihak padanya. Ya, Aurel berharap.
***
Malam itu Dava datang ke rumah Aurel. Sudah dua hari Aurel tidak mau bicara dengannya, Aurel tidak mau mengangkat telefonnya, Aurel tidak mau membalas smsnya dan tidak mau mendengarkan penjelasannya.
“Ada apa?” tanya Aurel jutek.
“Aku mau jenguk kamu,” ujar Dava lembut sambil memberi bucket mawar pink. Ya, hari ini Aurel tidak sekolah karena sakit.
“Ya udah masuk,”
“Kamu sakit apa? Kenapa muka kamu kusut gitu sayang?”
“Capek aja.”
“Masih marah ya? Maafin aku ya Rel. Waktu itu aku bener-bener lepas kontrol banget. Maaaaff banget.”
“Kenapa sih harus bahas itu lagi?! Kalau mau terus bahas dia ya udah balik lagi aja sama dia!” Aurel pergi ke kamarnya dan meninggalkan Dava.
Dava terdiam di ruang tamu. “Rel maaf...”
***
“Va, jujur aku capek sama semuanya. Coba kamu rasain jadi aku. Mungkin kamu belum tentu sekuat ini. Kalau kamu terus mikirin dia.............” Aurel menarik nafas sejenak. “Aku yang mundur.”
“Rel! Maksud kamu apa sih?!”
“Kamu gak ngerti!”
“Ya aku kan bilang aku cuma butuh waktu. Kamu percaya sama aku, aku tuh sayang banget sama kamu. Kalau aku lebih sayang dia, udah aku tinggalin kamu. Tapi buktinya? Aku berusaha buat jelasin semuanya sama kamu biar kamu mau maafin aku. Itu semua karena aku sayang sama kamu Rel,” ujar Dava.
Aurel menangis. “Mungkin dia lebih berharga daripada aku. Aku tau kok.”
“Gak! Kamu lebih berharga buat aku dibanding dia. Kenapa sih kamu gak percaya?”
“Karena kamu selalu dan selalu ngomongin dia. Aku capek dengernya! Aku sakit! Kenapa sih kamu gak mau ngerti juga?”
“Kamu juga ngertiin aku dong Rel. Aku belum lama putus sama dia. Jadi wajar aja kalau aku belum bisa lupa sama dia. Aku...”
“Berarti aku gagal jadi pacar kamu. Aku gak bisa bahagiain kamu dan gak bisa bikin kamu lupa sama Cecil. Aku malah bikin kamu tambah pusing.”
“Rel!”
Aurel menunduk. Air matanya tak berhenti mengalir.
“Rel, maafin aku ya. Kamu terlalu baik buat aku. Sementara aku selalu bikin kamu terluka dan sakit. Aku bukan pacar yang baik.” Dava mendekap Aurel. Dia mencoba menatap Aurel tapi Aurel berusaha untuk menghidar dari tatapan Dava.
“Jadi?”
“Jadi apanya?”
“Kita sekarang?”
“Ya udah jalanin aja dulu ya. Aku gak mau kehilangan kamu Rel. Aku sayang sama kamu.” Dava memeluk Aurel. Aurel menangis di pelukan Dava.
***
Waktu terus berjalan. Dava sudah mulai bisa melupakan Cecil tapi sesekali dia masih ingat dengan semua kenangannya dengan Cecil.
“Rel pulang yuk.”
“Iya, ayo.” Aurel sudah terlihat lebih baik dari beberapa hari yang lalu.
Dava mengantarkan Aurel pulang ke rumahnya. Tapi di perjalanan, secara tidak sengaja Aurel membuka dasbor mobilnya Dava. Dia melihat ada foto Dava dan Cecil berdua. Saat itu juga hati Aurel sakit. Seperti diiris perlahan-lahan oleh pisau yang sangat tajam.
“Ini apa?”
Dava terkejut begitu Aurel memegang fotonya bersama Cecil. “Loh kamu dapet darimana?”
Tanpa berfikir lebih lama lagi, Aurel keluar dari mobil. Kebetulan saat itu jalanan sedang macet. Jadi dengan mudah Aurel pergi meninggalkan Dava di dalam mobil.
“Rel tunggu!” Dava memanggil Aurel. Tapi percuma saja, Aurel tidak mau mendengarkannya. Dia malah berlari semakin jauh.
“Rel maaf. Aku lupa untuk membuang foto ini. Maaf Rel...”
***
Seminggu berlalu. Dava benar-benar lost contact dengan Aurel dan sekarang hubungan mereka pun gantung. Dava mengerti apa yang dirasakan Aurel saat itu. Dia sudah benar-benar jahat menyakiti hati Aurel sejauh ini.
“Dava. Aku mau bicara sama kamu.” Aurel menghampiri Dava yang sedang duduk di taman kesukaan mereka berdua.
“Aurel? Kamu udah gak marah sama aku?”
“Nih.” Aurel memberikan secarik surat pada Dava.

Dava, sori ya kalo selama ini gue selalu ganggu hubungan lo sama pacar lo. Jujur, gue gak bisa lupa sama lo. Makanya gue selalu datang buat ngusik hidup lo. Tapi sekarang gue sadar kalau lo itu memang couple-nya dia. Maafin gue selama ini selalu ganggu lo. Bilang maaf juga sama pacar lo. Gue mau lo lupain gue ya, jangan inget-inget gue lagi. Kecuali kalau pacar lo ngizinin kita temenan. Hehe
Jaga pacar lo baik-baik ya, jaga terus sampai lo jadi kakek-kakek. Gue yakin, cewek lo itu cewek yang kuat karena bisa sabar dan tahan ngehadapi cowok kayak lo.
Cecil.

Dava menatap Aurel. “Mau maafin aku kan? Ini bener loh gak dibuat-buat suratnya. Aku sendiri gak tau surat ini dateng darimana.”
“Maaf...”
“Rel! Please. Kamu liat sendiri kan Cecil udah nyuruh aku lupain dia?”
“Emang kamu bisa lupain dia?”
“Yap! Kamu yang ngajarin aku buat belajar lupain dia. Seminggu tanpa kamu itu bikin aku bener-bener belajar kalau masa lalu itu hanya sekedar kenangan. Seminggu itu ngajarin kalau yang bener-bener buat aku ya kamu,” Dava tersenyum sambil mendekap Aurel.
“Iya iya aku maafin. Tapi kalau suatu saat nanti kamu lepas dari aku, aku harus positive thinking aja ya, mungkin Tuhan tau yang terbaik buat aku,” ujar Aurel.
“Gak! Aku gak akan lepas dari kamu!” Dava mengacak-acak rambut Aurel.
Aurel tersenyum. Semoga. Batinnya.




With Love,
 

You Might Also Like

1 komentar

  1. mengunjungi blog yang bagus dan penuh dengan informasi yang menarik adalah merupakan kebahagiaan tersendiri.... teruslah berbagi informasi

    ReplyDelete

Tell me what do you want to tell :)