[Dongeng Patah Hati] Hilang Namun Tak Lenyap

Aku memandang hamparan bukit di sebelah kiri, yang dihiasi kilatan kelap-kelip lampu. Pandanganku beralih ke sebelah kanan, menemukan hamparan yang lebih rendah dari bukit-bukit--lokasi kota--yang masih dihiasi kelap-kelip lampu. Bahkan lebih ramai. Aku menutup mata, menikmati semilir angin malam Kota Bandung yang terasa sejuk dan... menenangkan.

Entah mengapa, Bandung selalu terasa nyaman.

http://photobucket.com

Aku kembali membuka mata dan sedikit menggigil. Sore itu Bandung baru saja diguyur hujan, membuat udara malam jadi terasa lebih dingin dari biasanya.

"Hei Dwi, ngapain kau di sana?"

Aku menoleh ke belakang, menemukan seorang teman sedang asik menonton televisi. "Lagi liatin lampu-lampu, Njel."

"Tadi hujan sih, jadi lampu-lampunya nggak keliatan terlalu banyak." jawabnya dari dalam kamar.

Aku hanya mengangguk, lalu kembali menatap hamparan lampu-lampu.

Sebenarnya, lampu-lampu itu hanya salah satu pengalihan dari rasa kehilanganku. Selang satu rumah dari kosan Anjel, adalah kosanku yang dulu--atau sebut saja mantan kosan. Kamar Anjel ada di lantai 3, yang artinya bisa mendapat keuntungan bonus view lebih indah dari kamar lainnya. Dari balkon kosan Anjel pula aku bisa melihat mantan kosanku secara dekat.

Hilang.

Ada rasa yang hilang saat aku menatap mantan kosan yang sedang dalam proses renovasi. Dulu, kamarku berada tepat di paling depan di lantai satu. Bahkan salah satu sisi temboknya berada di pinggir gang. Namun saat sore itu aku tiba di kosan Anjel, aku menemukan bangunan yang hilang dari mantan kosanku.

Kamarku hilang.

Aku masih berdiri bersandar pada pagar dikaluti ribuan pikiran dalam benak. Rasanya terlalu cepat untuk kehilangannya. Kamar kosanku, yang sudah sangat setia selama 3 tahun ini.

Diam-diam, air mataku menetes. Pandanganku masih belum teralih dari tiang-tiang besi di sudut, beberapa sak semen, sekop, dan bangunan lantai dua yang masih dalam proses renovasi beberapa persen.

Tanganku refleks menyeka. Dalam hati aku tertawa bodoh, bagaimana bisa aku menangisi hal yang sama sekali tidak hidup?

Jika kita bisa saja kehilangan sesuatu yang hidup dengan mudah, apalagi dengan sesuatu yang tidak hidup? Atau bahkan mungkin, tidak nyata?

"Hei Dwi, sini lah kau masuk. Dingin lama-lama kau di situ terus." suara Anjel kembali terdengar, dengan logat bataknya yang khas.

"Bentar lagi deh Njel. Masih kangen sama kosan." Akhirnya aku berkata jujur.

Buatku, kosan itu bukan hanya sekadar tempat tidur, mandi dan makan. Arti kosan itu lebih dari segalanya. Kosan bagiku sudah layaknya rumah kedua. Kosan tempat aku melepas lelah sepulang kuliah. Kosan satu-satunya yang jadi saksi betapa perjuangan bertahan kuliah bertahun-tahun itu tidak mudah. Kosan yang jadi tempat istirahat ketika aku sakit. Kosan pula yang jadi tempat bernaung ketika aku berkumpul dengan teman-teman. Jadi persinggahan ketika jam kosong perkuliahan, namun akhirnya jadi tempat pulang ketika tidak ada lagi perkuliahan.

Kosan itu tempat aku dan teman-teman mencurahkan semua cerita terpendam. Tempat kami mengeluarkan gelak tawa, tempat kami menangis untuk beberapa hal, seperti ketika hari pertama "dapet"; ketika nyaris menyerah dengan tugas; atau juga ketika ada hal yang memang harus ditangisi. Kosan adalah tempat paling aman untuk menuangkan seluruh isi hati.

Kosan juga tempat aku dan Karei bisa mengobrol banyak hal hingga berjam-jam. Tempat kami menghabiskan weekend dengan movie marathon dan menghabiskan berbungkus-bungkus camilan. Tempat Karei beristirahat, tempat kami berdiskusi perhitungan pajak dan gaji, dan... terlalu banyak hal yang menjadikan kosan istimewa di mataku.

Maka ketika hari itu, pemilik kosan--yang sebenarnya saudaraku--memberitahu bahwa kamarku akan dihilangkan dan diganti menjadi garasi untuk motor, hatiku langsung mencelos. Bukan karena aku tidak suka dengan rencananya untuk merenovasi. Tapi aku enggan kehilangan tempat yang sudah menemaniku selama 3 tahun ini. Tidak bisa. Aku tidak mau.

Setelah aku wisuda, alhamdulillah kamar itu masih belum dihilangkan--3 bulan sebelum lulus sidang, akhirnya aku dipindahkan ke kamar di lantai 2. Jadi, beberapa hari setelah lulus, aku pulang ke rumah membawa beberapa barang. Sebelum keluar pagar, aku menatap mantan kamar kosanku dengan nanar. Lagi-lagi aku meneteskan air mata. Rasanya tidak sanggup kehilangan dia secepatnya.

Aku masih enggan untuk berpindah. Meskipun aku tahu, mungkin pindah adalah salah satu cara untuk berkembang, keluar dari zona nyaman.

"Dwi, lama-lama kau jadi patung juga di situ, ha?" suara Anjel menggelegar, membuat lamunanku buyar dalam hitungan detik.

"Eh, iya iya, aku masuk."

***

Aku masih tidak paham, bagaimana kehilangan--yang benar-benar kehilangan--sebuah kamar kosan, bisa membuatku patah hati sedalam ini. Rasanya, tiap kali melihat mantan kosan--selalu dari balkon kamar Anjel, karena aku tidak berani untuk menampakkan diri di depan langsung--ada sesuatu yang mencelos jatuh, lalu hilang. Mungkin rasa sakit, atau mungkin rindu? Entahlah, aku tidak mau tahu.

Saat ini, sudah 6 bulan sejak aku benar-benar meninggalkan Bandung. Namun, setiap kali aku menginjakkan kaki di kota itu, hal pertama yang paling teringat adalah kosan.

"Yuk kita mau ngumpul dulu di mana nih?" tanya seorang teman suatu hari.

"Di kampus aja gimana?" salah satu yang lain mengusulkan.

"Ah, coba aja kosan Uwi masih ada."

Mendadak, grup itu menjadi sendu. Terlebih aku. Rasa rindu kembali menyusup, memberikan efek sengat pada kedua mata yang diam-diam, mulai mengeluarkan cairan bening.

Pernah juga di momen lain, ketika aku dan Karei sedang terjebak kemacetan saat weekend.

"Udah lama ya kita nggak movie marathon." Ujarku tiba-tiba.

"Iya, kosan kamu sih udah nggak ada."

Deg. Rasanya ada yang menghantam dada cukup keras, membuat aku meringis, tapi tak mampu menjerit.

Pedih.

***

Aku sendiri tak tahu, kenapa kosan itu benar-benar berarti untukku. Namun yang baru aku sadari, ternyata bukan hanya aku yang kehilangan. Tetapi juga teman-teman dan Karei. Aku tahu mereka sudah menyayangi dan menganggap kosanku seperti rumah mereka sendiri. Aku tahu kosanku sudah memberikan banyak kenangan untuk kami semua. Mungkin itu artinya, dia benar-benar berarti dan sungguh tidak bisa dilupakan dengan mudah.

Enam bulan berlalu namun tidak ada satu pun dari kami yang ingin untuk melupakannya. Kosan itu terlalu berarti.

Sampai sekarang, setiap kali aku main ke Bandung, sebisa mungkin aku menghindari lingkungan tempat mantan kosanku berada. Bukan untuk melupakan, tapi untuk menenangkan. Aku belum siap untuk menangis lagi kalau ingat sekarang kamarku sudah berubah menjadi garasi. Aku belum siap untuk menguak lagi kenangan-kenangan yang sudah tersimpan rapi. Biarlah saat ini aku berusaha menenangkan diri tanpa melihatnya lagi.

Karena meskipun mantan kamar kosanku sudah hilang, namun kenangan bersamanya akan tetap abadi, tidak pernah lenyap.

Sederhana tetap terasa nyaman

Spot favorit di kosan, dulu

Waktunya untuk pergi dan merelakan




Salam rindu untuk mantan kamar kosanku yang paling depan.

Dari aku, penghunimu tahun 2012 hingga 2015.




With love,







 
“Tulisan ini diikutsertakan Giveaway -Pameran Patah Hati-”

You Might Also Like

12 komentar

  1. Jiaaah ternyata mantan yang disebutkan adalah mantan kosan, dikira mantan pacar eeeh
    Hmmmm bener juga sih setiap anak kampus/anak kerja pasti punya momen tertentu yg tiba2 menghenyakkan pikiran, yg bikin kangen, yg bikin susah move on, salah satunya adalah kos-kosan hahhaa
    aneh sih, tapi itu nyata
    Semoga Dwi gak kepikiran mantan terus yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantan pacar? Ngapain juga ceritain di sini Kak, hahaha.

      Iya nih Kaaak, aku kangen banget sama kosanku :(

      Delete
  2. Ternyata mantan kamar kosan.

    Tapi emang sih, untuk meninggalkan suatu tempat yang sudah menyimpan banyak kenangan itu ... nggak semudah melupakan detil detil materi perkuliahan. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha materi kuliahan mah, zaman kuliah aja lupa-lupaan=))

      Delete
  3. Ah.. gue ngerti banget gimana rasanya Wi, tempat yang udah biasa kita tenggalin, tempat ternyaman untuk berbagi segala keluh kesah, akhirnya harus ditinggalkan.

    Kalo gue sih bukan kosan tapi kontrakan, tempat berbagi segala keluh kesah, akhirnya harus pindah karena udah nggak bisa diperpanjang lagi kontraknya. kadang gue kangen, kangen banget malahan.

    Kalo kosanmu ini semacam udah jadi base camp buat temen2 ya... yang nggak nempatin tiap hari aja kehilangan, apalagi yang nempatin tiap hari. Dan sayangnya, meskipun udah ada gantinya (di lantai 2), tapi tetep aja rasanya nggak akan pernah sama.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kontrakan yang berisi cowok-cowok kocak itu yak hahaha. Kok nggak bisa diperpanjang, Bang?

      Betul. Kadang, yang namanya pengganti itu nggak akan pernah sama. Sekali pun kalo itu lebih baik~ *khusus kasus kosan*

      Delete
  4. Sebelumnya aku mau ngucapin terimakasih banyak yah atas partisipasimu dalam giveaway pameran patah hati. Terima kasih sudah berbagi kisah patah hatimu pada kami :)

    Aku sempet ngira ini masalah cowok, eladalah kamar kosan toh. Tapi ini membuktikan bahwa perasaan manusia tuh bukan cuma sama yang hidup aja, sama sesuatu yang bukan benda hidup aja kita bisa begitu kehilangan.

    Hampir sama sih, aku pun ngerasa kehilangan sama kamar asramaku di kampus. kerasa banget kamar itu jadi saksi sejarah dalam hidup. gimana kita melewati hari, gimana kita senang, gimana kita sedih, gimana kita menghadapi dan berjuangan dengan skripsi. kangen kalau diinget2, tapi yah hidup pasti berputar, bakal ada saatnya kita berpindah dan merelakan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke Kak Pipittt!

      Nah itu, aku juga kadang bingung, kok bisa ya ngerasa kehilangan sama sesuatu yang mati?

      Bener. Mungkin ini titik di mana kita harus melangkah lebih maju, meninggalkan sesuatu di masa lalu. Duh, jadi baper haha

      Delete
  5. sampe skrng blm punya mantan kostan..
    gw terlalu males buat pindah kostan. lagian klo pindah blum tentu dpetin feel yg sama dgn feel yg gw rasain di kostan saat ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. To be honest, aku juga sebenernya nggak mau punya mantan kosan. Tapi gimana lagi, hidup kan harus berjalan. Ada yang harus dikorbankan untuk bisa berkembang. Yeah~

      Delete
  6. Mantan kamar kos-an :') Pernah ngalamin juga kehilangan kamar kos-an. sedih yaa wii, trlalu bnyak kenangan disana.

    Gpp wii, ttp smangt! keluar dr zona nyaman untuk berkembang. walaupun udh jd garasi, kenanganny ttp g kn trlupa :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banyak banget Muuut :(

      Aamiin, mudah-mudahan ini langkah yang tepat hihi.

      Delete

Tell me what do you want to tell :)