Cuap-cuap Menulis (Part 2)



Bercita-cita jadi seorang penulis?

Nggak. Dulu, cita-citaku itu pengin jadi seorang Arsitek. Rasanya seneng aja kan bisa bikinin denah rumah yang bagus untuk banyak orang. Bisa membantu orang-orang agar rumahnya terasa nyaman, tenang, dan enak untuk dihuni. Membuat sirkulasi udara yang baik, dekorasi yang indah, warna cat yang sesuai, ada taman di dalam rumah, dilengkapi wall waterfall, rumah minimalis tapi terkesan luas, atau apa pun itu yang berhubungan dengan arsitektur, aku suka. Tapi sayangnya, cita-cita mulia itu kurang begitu didukung sama orang tua. Alasannya sungguh klasik. "Kamu anak perempuan, calon ibu. Kalau jadi Arsitek dan ada proyek banyak, siapa yang ngurus di rumah?" akhirnya dengan sedih hati, aku terjun bebas ke Akuntansi.

Awalnya, aku sama sekali nggak berpikir buat jadi penulis. Dulu pun aku nggak begitu sering menulis, selain nulis diary (dari kelas 3 SD). Tapi ternyata, semua berubah sejak aku duduk di bangku kelas 2 SMA. Waktu itu aku datang ke sebuah acara pameran buku yang didampingi guru Seni Budaya. Setelah sampai di sana, kami dikasih beberapa novel teenlit yang ternyata penulisnya berasal dari kota kami sendiri, Garut. Dan dua orang dari beberapa penulis itu adalah teman satu sekolahku. Satunya seangkatan sama aku dan yang satu senior setingkat di atasku. Kayaknya aku harus berterima kasih sama mereka karena dengan karya mereka, aku mulai bersemangat untuk mencoba menulis tidak hanya nulis diary. Aku ngerasa bahwa aku punya bakat di bidang menulis. Meskipun hingga saat ini tulisanku masih jauh dari yang namanya bagus.

Semenjak kelas 2 itu, aku mulai sering menulis. Terutama cerpen. Aku pun mulai aktif mencari lomba-lomba cerpen dan mengikutinya meskipun selalu gagal. Sampai akhirnya di sekitar akhir tahun, cerpenku bisa dilirik oleh beberapa orang dewan juri dalam sebuah perlombaan kecil di facebook. Rasanya bahagia, tidak mampu berkata-kata. Dan buku antologinya tiba di rumah tepat saat hari Ibu, 22 Desember 2011 lalu. Aku bisa melihat raut bahagia di wajah Mama saat itu. Matanya seperti berkaca-kaca, mungkin terharu. Dan dari situ aku sadar bahwa aku merasa nyaman ada di dunia menulis. Aku mampu untuk membuat karya lebih baik lagi. Aku mampu untuk membuat kedua orang tuaku tersenyum bangga karena aku bisa melahirkan karya-karya dari sebuah buku.


Lalu, kenapa harus menulis?

Karena dengan menulis, aku bisa berbagi kisah dengan orang lain. Aku bisa berbagi cerita baik itu fiksi atau pun nonfiksi. Karyaku akan abadi dan tidak akan mati. Jika hanya dengan berbicara orang mungkin akan lupa. Tapi dengan menulis, orang tidak akan mungkin lupa dan akan selalu ingat. Aku mungkin tidak bisa membuat kata-kata hebat yang mampu mengguncang dunia. Tapi setidaknya, aku bisa membuat orang hanyut dalam cerita yang kubuat. Mereka mungkin bisa ikut masuk dalam imajinasi yang aku buat sendiri. Karena menurutku, saat logika lelah dalam berpikir, maka berimajinasilah.

Suka duka menulis?

Aku pernah membuat postingan dulu tentang suka duka menulis. Dalam postingan itu, dulu aku beranggapan bahwa tidak ada duka dalam menulis. Toh selama aku nyaman ada di duniaku, duka sesedih apa pun bisa kunikmati. Tapi sekarang aku punya pemikiran baru. Hal yang paling membuatku bahagia saat menulis adalah ketika orang-orang bisa menikmati karyaku dan mengapresiasinya. Tidak peduli itu komentar buruk sekalipun. Karena seseorang akan selalu butuh komentar dan pujian untuk membuat mereka merasa puas dan bisa memperbaiki diri. Tapi, hal yang paling membuatku sedih saat menulis tentu saat tulisanku dihiraukan orang lain. Ya ibarat ngomong nggak didengerin. Itu sakit banget...

Menulis atau membaca?

Keduanya harus. Membaca itu ibarat bensin dalam kendaraan. Kalau bensinnya kosong, gimana kendaraan itu bisa jalan? Sama halnya dengan menulis. Aku mungkin bisa menulis tanpa membaca. Tapi pasti isi dari tulisanku tidak begitu berbobot. Hanya tentang imajinasi dan pengalaman, mungkin. Sebenernya, aku juga nggak begitu sering membaca. Apalagi kalau mood baca lagi jelek, buku-buku yang udah dibeli pun terbengkalai dalam lemari. Tapi balik lagi dengan cita-cita untuk jadi penulis yang hebat. Penulis yang hebat, tentu nggak akan membiarkan karyanya dinikmati orang tanpa "isi". Meskipun nggak banyak hal-hal penting dalam karyaku, tapi seenggaknya aku sisipkan beberapa informasi di sana. Baik itu info tentang suatu tempat, tentang quote dari orang-orang hebat, ya atau apa pun. Seenggaknya karya yang aku tulis cukup "berisi".

Karya fiksi atau nonfiksi?

Aku lebih suka karya fiksi karena aku lebih suka berimajinasi daripada berpikir. Ya meskipun sebenernya, dalam menulis karya fiksi pun aku harus tetap mikir mengandalkan logika. Dan sepertinya, kalau menulis nonfiksi harus banyak berpikir. Bahkan mungkin aja semuanya mengandalkan pikiran. Karena karya nonfiksi itu harus fakta. Nyata. Jangan mengarang apalagi berandai-andai. Dan dengan menulis fiksi, sepertinya kemampuanku bisa lebih terlatih. Berimajinasi, mendapatkan ide, menyusup masuk ke "dunia sendiri", membayangkan karakter seseorang, membayangkan suatu tempat, keadaan, suasana, juga mengukir kata-kata puitis nan indah. Tapi selain itu, aku pun harus bisa berpikir membuat alur cerita yang pas, penyusun plot agar ceritanya rapi dan berkesinambungan, mencari informasi tentang tempat, suasana dan keadaan yang sudah dibayangkan, serta melakukan riset untuk keseluruhan. Maka dari itu, aku bisa mengandalkan logika dan imajinasi dalam membuat karya fiksi.

Tips menulis?

Sebenernya, tips menulis itu cuma ada dua. Read more. Then, write more, more, and more. Sesimpel itu aja sih. Tapi aku ada beberapa tips ecek-ecek yang semoga bermanfaat buat yang baca (kalau ada).

  1. Niat. Ini tips paling ringan tapi sebenernya susah. Kenapa? Karena selalu banyak hal-hal yang mengganggu tips pertama ini. Luruskan niat, lalu, mantapkan hati.
  2. Konsisten. Ini juga tips yang agak susah dilakuin. Konsisten untuk menulis itu susah sebenernya. Bahkan sampai detik ini, aku sok-sok bagi tips, masih belum bisa konsisten sama waktu nulis. Tapi ya namanya belajar. Seenggaknya, setiap hari ada lah waktu untuk nulis. Meskipun waktunya masih belum konsisten, nope nope.
  3. Sering baca. Seperti halnya yang udah dibahas di atas, biar tulisan kita nggak kosong isi, ya kita harus banyak baca. Baca buku apa pun selama itu positif ya boleh. Seperti yang temenku (Tiara Disa) bilang, "Penulis yang sombong itu adalah penulis yang tidak mau membaca karya orang lain." Nah, nggak mau, kan, dibilang penulis sombong? Nggak mau juga kan kalau tulisan kita hanya bermodalkan imajinasi dan pengalaman aja?
  4. Jauhin internet saat nulis. Ini nih penting banget buat yang suka menulis. Okelah koneksi internetnya buat browsing. Tapi inget, kelamaan browsing jadi lupa kalau sebenernya lagi nulis. Jadi, sebelum mulai browsing, pastikan kalau apa yang mau dicari udah dicatet. Tujuannya jelas, biar browsing-nya nggak kesana-kemari. Apalagi sampai buka media sosial. Ya wasalam aja deh.
  5. Catch your ideas. Sebenernya ini sering dikasih sama penulis-penulis lain juga. Jadi, ide itu sebenernya ada di mana aja dan kapan aja. Nggak mengenal waktu dan keadaan. Makanya, kalau ngerasa punya ingatan jangka pendek, bawa deh notes kecil kemana-mana. Itu sangat membantu buat kalian kalau dapet ide dadakan.
  6. Cari suasana nyaman. Banyak orang yang suka nulis dan ngeluh saat kena writer's block. Ya aku juga sering kesel kalau lagi enak-enak nulis, tiba-tiba ide mampet. Akhirnya niat untuk produktif di hari itu pun hanya setengah karena keburu writer's block. Nah, salah satu cara buat meminimalisir terjadinya writer's block itu dengan cara nulis di tempat yang nyaman. Selain bikin kita bakal anteng sama dunia sendiri, juga bikin ide-ide nggak berhenti.
  7. Write! Tuh sampai dikasih tanda seru artinya harus banget. Ya gimana mau jadi penulis, gimana mau pinter nulis kalau nulisnya nggak dimulai-mulai. Jangan pernah ngerasa takut buat nulis. Toh dari awal udah diniatkan, kan? Seperti apa yang dibilang @nulisbuku, kalau menulis itu ibarat berpetualang. Kita nggak akan selesai sampai tujuan kalau nggak memulai untuk melangkah. So, dengan niat yang kuat dibarengi doa, menulislah. Buatlah kisah sebanyak mungkin untuk dibagikan pada pembaca. Buatlah imajinasi sekuat mungkin agar mampu mengubah pemikiran orang-orang menjadi lebih baik.
  8. Be your self. Sebagus apa pun hasil tulisan kita, kalau nggak ada ciri khasnya, orang nggak akan mengenal karya kita dengan baik. Kita mungkin punya penulis yang dikagumi karena karya dia bagus, menyentuh, penggambaran karakternya kuat, ataupun yang lainnya. Tapi bukan berarti kita harus ngikutin gaya dia bercerita. Percaya sama diri sendiri kalau kita mampu buat karya yang bagus tanpa harus mengikuti gaya penulis idola kita itu. Bukannya bangga, kalau saat orang baca karya tanpa nama, dan mereka tau ciri khas kita, mereka akan langsung tebak bahwa itu karya kita?
Mungkin segitu aja postingan hari ini. Meskipun agak absurd ngalor-ngidul, tapi ya tetep berharap bisa bermanfaat buat yang baca. Cheers!

With love,

You Might Also Like

0 komentar

Tell me what do you want to tell :)