[Cerpen] Let Her Go
![]() |
denanquotes.blogspot.com/ |
Picha mengayun langkah ditemani sepasang kaki yang dimiliki lelaki bertubuh
tinggi dan berisi. Lelaki berkharisma. Tangan kirinya bertautan dengan tangan
Zian dan tangan kanannya dibiarkan menjuntai menyentuh rok tumpuk selutut
berwarna peach.
Setibanya di depan mobil, Zian mengantar Picha ke pintu penumpang dan
membuka pintu yang kuncinya sudah dibuka lebih dulu. Gadis itu berterima kasih
dan gegas menduduki jok dengan nyaman. Zian berjalan ke pintunya dan masuk.
Mereka memasang sabuk pengaman dan saling terdiam untuk beberapa jenak.
“Kenapa? Kok ngeliatin?” tanya Picha, sadar karena Zian malah menatapnya, bukan
segera menyalakan mesin mobil.
Lelaki bermata bulat cokelat terang itu menggeleng. Rambut hitamnya—yang
sudah melewati daun telinga—ikut bergoyang. “Kamu cantik.” Dia tersenyum.
“Apa sih gombal!” Picha mengalihkan tatapan ke depan sambil melepas senyum.
Membuat pipinya memerah. “Yuk jalan.” Ujarnya kembali menatap Zian sambil
menyisipkan poninya yang mulai memanjang, ke belakang telinga.
Bukannya menuruti ajakan Picha, Zian malah tetap diam di posisinya. Menatap
hangat pacarnya dan menyunggingkan senyum. Tapi hatinya tiba-tiba berkecamuk.
Perasaannya sulit dikendalikan. Bayangan masa lalu kembali mengoyak-ngoyak hati
dan pikirannya. Membuatnya mulai duduk dengan normal dan menyalakan mesin
mobil.
“Zi? Are you okay?” Picha membuka
pembicaraan setelah sepuluh menit berlalu dengan keheningan.
“Iya, kenapa tanya gitu?” Zian masih fokus ke jalanan. Tapi pelan-pelan,
tangan kirinya menarik tangan Picha dan menggenggamnya. Gadis itu diam saja,
membiarkan tangannya nyaman dibalut telapak tangan yang lebih besar dan kekar
dari miliknya.
“Enggak,” Picha menatap Zian dan memerhatikan sorot mata pacarnya.
Jalanan sore itu sangat padat. Sudah lima belas menit mobil Zian hanya maju
beberapa kilometer saja. Merasa bosan, Picha iseng untuk membuka dasbor mobil.
Banyak peralatan Zian di sana. Dari mulai CD dari band-band favorit Zian, sapu tangan, komik-komik koleksinya, hingga
handsfree yang warnanya sudah kusam.
Tanpa sengaja, Picha menemukan selembar foto. Seseorang yang nyaris mirip
dengan wajahnya. Matanya yang bulat, poni menyentuh hidung dengan rambut cokelat
panjang terurai. Bentuk wajah tirus dengan hidung bangir dan pipi yang ramping.
Yang membedakan hanya rambut saja. Kini rambut Picha sudah dipotong pendek
sebahu.
“Zian.” Picha memanggil Zian dengan hati bergetar. “Ini?”
Zian menoleh dan membeku di tempatnya. Punggungnya tercamuk begitu keras.
Dadanya terhantam dan pipinya tertampar. Ingin rasanya ia mengambil lembar itu
dan merobek lalu membuangnya. Tapi, Picha masih menggenggamnya dengan tangan
bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca. Bahkan Zian sendiri bisa melihat mata
pacarnya mengilat-ngilat karena berair.
Picha menarik tangannya perlahan dari genggaman Zian. Gadis itu gegas
menaruh foto itu ke dalam dasbor dan kembali menutupnya. Ia memalingkan
wajahnya ke jendela. Kini dia sadar, dia sudah membuang waktu terlalu banyak
untuk bertahan dengan seseorang yang tidak bisa pindah dari masa lalunya.
***
“Zi, liat dong rambut aku!” Picha
menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat rambut sebahunya bergoyang-goyang
tertiup angin.
Zian diam di tempat dan menatap Picha. Ada
sedikit raut kecewa terlintas, tapi dia segera menutupnya dengan pertanyaan.
“Loh, kok dipotong?”
“Iya, aku seneng jadi keliatan lebih fresh gitu. Aku bosen rambut
panjang.” Picha memainkan rambutnya dengan jemarinya.
Zian mengacak rambut Picha dengan sayang.
“Aku sebenernya lebih suka kamu rambut panjang. Kan kamu bebas bisa apain
rambut kamu. Tapi kalo kamu lebih seneng rambut pendek, nggak papa kok.”
***
Menjalani hubungan 2 tahun bukan hal yang mudah. Terlalu banyak lika-liku
masalah yang harus dijalani. Dari mulai rasa jenuh, masalah hal sepele hingga
masalah besar seperti yang sedang dialami Picha dan Zian. Picha baru menyadari
bahwa selama ini, Zian masih belum bergerak untuk meninggalkan masa lalunya.
Zian masih bertahan di sana dan menikmatinya. Selama ini, Picha berusaha meyakini
bahwa Zian sudah move on. Meskipun
sebenarnya Picha merasa bahwa Zian belum benar-benar pindah. Dia hanya takut
bertanya tentang masa lalu Zian. Picha terlalu takut kehilangan.
Ia duduk di tepi kolam. Membiarkan kakinya dibalut air kolam yang dingin.
Membiarkan tetes demi tetes air mata meluncur melewati pipinya. Membiarkan
pikirannya dipenuhi nama Zian dan semua hal-hal tentang lelaki itu.
Picha masih ingat, di awal-awal pacaran, Zian seringkali menyebut namanya
dengan Icha. Menghilangkan huruf P di depannya. Tapi Picha marah karena dia
tidak suka disebut dengan nama pasaran itu. Picha juga masih ingat, dulu, Zian
seringkali melarangnya untuk datang ke rumah dengan alasan jauh. Sampai akhirnya
dia bisa datang setelah setahun pacaran. Mama Zian menyambutnya dengan ramah.
“Loh, Icha apa kabar?”
“Aku Picha, Tante, bukan Icha.” Picha
tersenyum kikuk.
Mama Zian menatap anaknya bingung. “Eh, dia
mirip Icha ya, Zi?”
Dulu, Picha berusaha mengabaikan kalimat Mama Zian. Tapi sekarang dia
sadar. Icha adalah masa lalu yang sulit Zian tinggalkan hingga saat ini. Dan
gadis pemilik nama Icha itu adalah gadis yang dilihat di foto seminggu lalu.
Gadis yang sangat mirip dengannya. Gadis yang mengunci hati Zian di masa lalu
hingga sulit untuk berpindah hati.
Sekarang Picha sadar, kenapa dulu Zian kecewa saat dia potong rambut.
Sekarang dia juga sadar kenapa dulu Zian memanggilnya dengan nama Icha, bukan
Picha. Sekarang dia juga sadar kenapa dia susah untuk datang ke rumah Zian.
Sekarang dia juga sadar kenapa Zian tidak mau dibawa ke coffee shop favorit Picha. Karena di sana Icha memutuskan Zian.
Tempat itu menjadi tempat terakhir mereka bertemu sebelum Icha memutuskan untuk
menikah dan pindah.
Picha rela menyayat hatinya dengan fakta-fakta pahit itu. Kemarin, dia
mendatangi sahabat Zian untuk menguak semua masa lalu Zian. Dan sekarang,
efeknya terasa sangat berat. Hatinya teriris dengan semua kalimat-kalimat yang
dibeberkan sahabat Zian. Kepalanya berdenyut-denyut. Hulu hatinya ngilu dan
berkelukur. Semua teraca kacau. Sudah tak terhitung berapa banyak air mata yang
mengalir sejak kemarin.
***
Hening.
Picha tidak berusaha memulai pembicaraan sejak ia dan Zian mulai jalan
pulang. Suasana di dalam mobil hanya dipenuhi dengan celotehan broadcaster di radio. Kejadian ini sudah
berjalan sejak 2 hari lalu. Tiap kali Zian mengantar Picha pulang kerja, gadis itu
tidak bisa memulai pembicaraan. Gadis cerewet itu berubah pendiam. Ia hanya
akan berbicara jika ditanya. Zian merindukan celotehan dan cerita Picha. Tapi,
ia tidak tahu bagaimana harus memulai. Apalagi untuk menormalkan kembali
hubungan mereka.
“Picha aku minta maaf.” Ujarnya ketika akhirnya mereka tiba di gerbang
rumah Picha.
Picha mengangguk dan membuka sabuk pengaman. Tapi tangannya tertahan karena
Zian gegas menggenggamnya.
"Aku nggak bermaksud buat nyamain kamu sama dia. Aku tau aku salah, Pi. Aku
nggak tau gimana harus ninggalin dia.”
“Kalau dia udah bisa ninggalin kamu, kenapa kamu nggak bisa ninggalin dia?”
tanya Picha dingin.
“Susah. Aku terlalu sayang sama dia.”
Hati Picha tersambar. Matanya tersengat dan nyaris menumpahkan air secara
tiba-tiba. Aku terlalu sayang sama dia.
Aku terlalu sayang sama dia.
“Kalau gitu gak seharusnya kamu ngorbanin hati orang lain untuk kamu
sakiti.” Picha menarik tangannya dari genggaman Zian.
“Iya aku minta maaf, Pi. Tolong kasih aku kesempatan lagi. Dua tahun ini,
waktu udah ngajarin aku untuk belajar menyayangi orang selain Icha.”
“Kalau gitu, nggak seharusnya kamu masih taro foto dia di dasbor.”
Zian terdiam. “Aku udah mau buang foto itu, Pi. Serius.” Jawabnya.
“Kalau mau, artinya belum. Dan dua tahun ini aku udah membuang waktu untuk
menjalani hubungan sama orang yang belum melepas masa lalunya. Aku terlalu
bodoh ya, Zi.” Ujar Picha tenang, tapi menusuk. Tidak sedikit pun ia menoleh
pada Zian.
“Bukan gitu maksud aku. Tolong Picha, kasih aku kesempatan kedua. Kamu
boleh cek, udah nggak ada lagi barang-barang yang berhubungan sama Icha. Kamu
cek kamar aku. Udah nggak ada foto dia di sana.”
Deg. Sesuatu menyentak hati Picha. “Selama ini, kamu masih taro foto dia di
kamar kamu? Selama dua tahun ini, Zi?” Picha membelalakan matanya sambil
mengernyitkan dahi menatap Zian.
“Maaf, Pi.” Zian kembali menggenggam tangan Picha. “Tapi sekarang udah
nggak ada. Aku udah sadar kalau kamu terlalu jauh untuk sekadar disamain sama
dia.”
Picha berusaha mengontrol hatinya yang berkecamuk. Dia menenangkan dirinya
dengan menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Dia menarik tangannya perlahan.
“Sayangnya aku juga baru sadar kalau aku udah membuang waktu terlalu banyak
sama orang yang belum bisa memercayakan masa depannya sama aku. Aku selama ini
berusaha ngeyakinin kalau kamu sayang sama aku tulus. Meskipun kadang ada rasa
pedih waktu tau mama kamu nyamain aku mirip Icha. Aku emang nggak tau siapa
Icha waktu itu. Tapi aku ngerasa dia pasti spesial banget. Aku juga ngerasa
nggak enak hati saat kamu salah nyebutin kesukaan aku. Tapi aku positive thinking.” Picha menghela napas
sejenak.
“Semuanya terlambat Zi. Kamu terlalu ngeliat Icha di diri aku. Aku gak bisa
lagi ber-positive thinking sama kamu.
Aku udah tau semuanya. Jadi mending sekarang kita jalanin aja masing-masing.
Aku lebih baik hidup sendiri daripada hidup sama orang yang belum bisa lepasin
masa lalunya. Nice to know you, Dear.”
Picha segera membuka pintu mobil dan menutupnya. Dia berlari membuka pagar
dan meninggalkan Zian yang masih menyesali keadaan di mobil. Andai Picha tahu,
Zian bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Tapi, andai juga Zian tahu, hati
Picha sudah sangat terluka dengan yang telah dilakukannya sejak dua tahun lalu.
Hati Picha sudah berantakan karenanya. Karena Zian yang belum memercayakan
hatinya pada orang baru.
Picha menatap Zian dari jendela ruang tamu. Dadanya sesak. Badannya
berguncang menahan tangis. Kedua pipi rampingnya sudah sangat basah dengan air
mata. Hidungnya memerah dengan cepat. Dia sesegukan di balik tirai berwarna
biru muda. Mobil Zian masih bertahan di depan gerbang. Beberapa menit kemudian,
mobil itu melaju dan menghilang. Picha menggigit bibir bawahnya dan kembali
membiarkan air matanya jatuh lebih deras.
***
With love,
30 komentar
Hmm, ceritanya bagus teh...
ReplyDeleteTapi disana ngga di jelasin yah, hubungan icha sama zian bertahan berapa lama ? sampai akhirnya buat zian susah mupon.
Duh, kasian juga sih, kalo udah jalan 2 taon tapi masih ada bayang bayang mantan #eaaa. Btw, suka sama gaya bahasanya, kayaknya sering baca novel yah..
Salam kenal :))
Makasih ya. Iya aku lupa nggak dijelasin hehe.
DeleteYa lumayan lah novel-novel dengan genre sejenis~
Wanita yang merasa dibohongi oleh lelaki yang masih belum bisa move on dan hanya menjadikan sang wanita pelarian, jadi, apa untungnya dua tahun Zian dan Picha?
ReplyDeleteNice story kak :D
Coba apaaa?
DeleteKasian si Picha. Menjalani hubungan sama Zian yang ga bisa move on gitu. 2 tahun lagi.
ReplyDeletePernah ngalamin kayak gini ya, Wi? Hehe.. abisnya bisa 'masuk' ke cerita gitu. Nice.
Btw, Picha nggak gantung diri kan? Haha..
Alhamdulillah nggak. Dan nggak akan pernah mau juga Bang haha.
DeleteItu di balik layar kurang tau juga ya...
Beda nama "P" doang. Yang satu Picha, yang satunya Icha. Udah kisahnya tragis lagi. Pacaran gak bisa move on itu, sama seperti menjilat ludah sendiri. "Kasar, sih. Tapi begitulah adanya." NIce2
ReplyDeleteYa intinya kasian banget lah Om..
Delete2 taun bareng-bareng dan si Zian masih ngingat icha? ya ampun sakit banget ituuu. kalau aku jadi picha g kan bsa brtahan 2 taun gtuuuu. hati picha trbuat dr apa? O.o
ReplyDeletekeren wii. tulisanny makin rapi, tp kurang dijelasin apa yg mmbuat zian bgitu mencntai icha? trus jangan jangan picha sama icha kembar yg trpisah lg. haha.
Iya karena selama ini Picha selalu berpositive thinking, Mut :)
DeleteNah aku lupa jelasinnya Mut hehe. Maybe next time nggak mngulangi kesalahan yang sama.
Permasalahan cinta sebenarnya itu dan itu saja. Tapi ntah kenapa, ceritanya selalu menarik untuk dibaca. Seperti kisah Picha dan Zian diatas, hubungan mereka yang sudah 2 tahun harus retak karena masa lalu, gak bisa move on.
ReplyDeleteDamn it, gue pernah ngerasainnya. Dan cerita diatas persis seperti apa yang gue rasakan, cuma gue gak naik mobil aja.
Iya tema ceritanya emang gitu-gitu aja. Tapi kalo dialamin tetep aja sakit, ya?
DeleteEmang jago pisan lah kalo Dwi udah buat cerpen kayak gini, hormat master!
ReplyDeleteAku baca cerita ini pelan-pelan banget, nikmatin banget lah.
Bahasanya makin edan, diksi nya ngena banget, dan metafora nya dapeet.
Kasian banget si Picha di gituin yaa, cowoknya sih yang gak bisa move on. Harusnya move on lah. Kayak aku yang ... *eh
Aku ngerasa di tampar abis baca ini. You know what I mean lah, Wi. Hahahhaa :D
Inti dari ini mah, life must go on. Lupain yang udah berlalu, dan jalanin kehidupan sekarang tanpa melihat masa lalu.
Sok bijak banget kan aku :p
Apasih Arieeeee jangan lebay ah!
DeleteHahahahaha you're in the man's position ya? Masih belum bisa move on nih sampe sekarang?
Yep bener. Bener kata-kata sok bijaknya kamu Ri :D
Keren :')
ReplyDeleteZian emang salah tuh, belum sepenuhnya move on tapi udah pacaran sama yang lain. Dan juga pacarannya sama Picha yang mirip sama mantannya dulu. Kasihan picha >.<
Semoga aja mereka balikan, semoga :')
#EmangIniNyata :p
Aku berharap sih kalo mau balikan merekanya jangan sampe Zian ngulangin kesalahan yang sama. Kasian banget kan Picha-nya :(
Deletenamanya hampir mirip, orangnya kata mamanya juga hampir mirip, sulit rasanya, gimana ya, kaya cinta sebelah tangan, aku sayang tulus sama dia, tapi dia sayang sama aku karna mirip masalalunya. duh ini rumit, harusnya lepaskanlah yang udah berlalu, walaupun pilu, tapi kamu sudah menjalankan hubungan yang baru.. hmm nice banget ceritanya.
ReplyDeleteYap bener banget. Hubungan baru, biar gimanapun nggak bisa disamain sama hubungan yang lalu. Nice komennya.
DeletePicha cuma beda "P" sama icha, keren ceritanya latar dan temanya jelas!
ReplyDeleteBtw, liebster award ya http://ericoeg.blogspot.com/2015/01/liebster-award.html?m=1
Thank youuu
DeleteSuccess is easy. Motivation to succeed that is difficult.
ReplyDeleteUsaha Online Rumahan
Usaha Rumahan Online
Online Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online
Online Rumahan
Usaha Rumahan
Online Rumahan
Usaha Online
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Usaha Online Rumahan
Nice quote, Gan...
DeleteAAAA, Aku mah ngefans banget sama cerpen buatan kak Dwi. Dan ya terkadang baca cerpen kak Dwi jadi bikin galauuu yaaaaa kak Dwi emang keren banget deh kalo bikin cerpen...
ReplyDeleteAhahahha, kasian ya kak artinya si Zian masih hidup sama masa lalu si Icha bersama si Picha :(
Cinta emang ribet ya kak, iya beneran deh ribet banget huhuhu
Hai fansku hahaha. Makasih loh Fat, tapi nggak usah berlebihan gituuu :D
DeleteIya kasian emang. Tapi risiko dari mencintai seseorang emang gitu, kan? Patah hati.
Ini karena Zian teledor masih menyimpan foto Icha di dashboard. Dan ga bilang sama mamahnya kalau pacarnya sekarang (Picha) itu mirip dengan mantannya (Icha).
ReplyDeleteHaha, sial aku jadi terbawa suasana. Jadi malah ngomentariin cerita. Kaya ibu-ibu pas nonton sinetron :D
Ya justru emang gitu kan kalo nggak kebuka gak akan ada konfliknya haha.
DeleteNggak papa, makasih udah baca ya
aah, Zian. Menyesallah.
ReplyDeleteNice story :)
Nice comment, thank you.
DeleteCerita yang bagus :) Saling berkunjung ya Dwi Lova :)
ReplyDeleteUdah didatengin yaa
DeleteTell me what do you want to tell :)