[Cerpen] Cinta dan Ketulusan
Selamat siang! Selamat hari Minggu. Alhamdulillah masih dikasih kesempatan buat napas segar hari ini. Oh iya, ini aku mau nge-share cerpenku yang gagal dalam lomba proyek menulis "Love Never Fails" yang diadakan @nulisbuku Februari lalu. Ternyata cerpen kategori perorangan punyaku belum berhasil tembus. Mungkin ada banyak kesalahan yang nggak bisa aku temui di sana. Makanya aku share di sini berharap kalian yang baca bisa komentar dan bantu aku untuk memperbaikinya. Ditunggu kritik dan sarannya ya :)
Oh iya, cerpennya nggak ada perubahan sedikitpun kok. Ini sesuai sama cerpen yang kukirim langsung untuk lomba. Biar bisa bener-bener dinilai mana kekurangan dan kesalahannya.
***Oh iya, cerpennya nggak ada perubahan sedikitpun kok. Ini sesuai sama cerpen yang kukirim langsung untuk lomba. Biar bisa bener-bener dinilai mana kekurangan dan kesalahannya.
Cinta dan Ketulusan
By Dwi Sartikasari
Percayakah kau pada
rasa cinta yang mungkin hilang? Pada cinta yang tumbuh di awal dengan rimbun,
lalu memudar seiring berjalannya waktu. Mungkin, bagi sebagian orang yang mudah
jatuh cinta, mereka percaya itu. Rasa cinta mereka pada orang pertama akan
memudar setelah mereka menemukan rasa cinta yang baru untuk orang kedua. Tapi,
itu tidak berlaku bagi Bintang. Baginya, mencintai satu orang saja sudah lebih
dari cukup. Cintanya pada Auriga sudah tertuang penuh sampai tidak ada celah lagi
bagi Auriga untuk menerima cinta yang baru. Menurutnya.
***
Auriga dan Bintang
jalan bersisian sambil menggenggam tangan satu sama lain ketika mereka keluar
dari mobil. Hari ini Auriga akan meninggalkan Jakarta karena dia harus kembali
bekerja di Yogyakarta setelah libur satu minggu dari pekerjaannya. Dengan berat
hati, Bintang mengantarnya hingga bandara.
Mereka tiba di ruang
tunggu kepergian domestik. Setelah menemukan tempat duduk, mereka pun duduk
bersebelahan dan memilih tempat duduk yang agak sepi. Auriga menaruh trolly di dekatnya. Dia menghela napas
sejenak, lalu mengarahkan tubuhnya pada Bintang. Dia menyimpulkan senyum
menatap gadis yang sudah menemaninya sejak tiga tahun lalu.
“Kamu hati-hati ya,
jangan nakal,” Bintang memulai percakapan. Dia berusaha menahan air matanya
agar tidak menitik. Tapi bagaimana bisa, ditinggalkan selama tiga bulan dan
hanya bertemu dengan Auriga selama seminggu? Kadang, hidup memang tak adil.
Auriga mengangguk.
Otaknya berputar cepat. Dia berusaha merangkai kata-kata yang tepat untuk
mengungkapkan isi hatinya. Jantungnya berdebar tidak karuan. Hari ini, dia
harus mengungkapkan perasaannya yang sudah bersarang dalam hatinya sejak beberapa
bulan lalu.
“Oh iya, jangan telat
makan, sholat, dan jaga kesehatan. Inget, kalau mau pergi jaketnya dipake.
Hmm..., jaga mata dan hati kamu juga, ya. Kita udah pernah ngejalanin ini
selama setahun dan hubungan kita baik-baik aja. Aku rasa, kali ini kita masih
bisa ngelewatinnya,” Bintang menyunggingkan senyum.
Deg. Ada sesuatu yang
menghantam dada Auriga begitu keras. Kalimat Bintang. Entah kenapa, tidak
biasanya Bintang berkata seperti itu saat ia akan berangkat. Bintang memang
selalu berceloteh panjang lebar, tapi tidak dengan dua kalimat terakhir.
“Aku minta maaf
sebelumnya. Sebenarnya, aku nggak seharusnya bilang ini. Tapi...” Auriga tidak
menuntaskan kalimatnya dan membuat Bintang penasaran. Dia menggenggam tangan
Bintang dengan hangat.
“Ada apa, Ar?”
“Bintang, maaf,”
Auriga menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. “Aku jatuh cinta
lagi.”
Bintang mematung di
tempat duduknya. Tubuhnya menegang, hatinya perih, tangannya menjadi dingin dan
bibirnya bergetar. Aku jatuh cinta
lagi... aku jatuh cinta lagi... kalimat itu terngiang-ngiang ribuan kali di
otaknya seperti kaset yang terus-menerut diputar, membuat air mata yang sedari
tadi ditahannya nyaris tumpah.
Auriga menatap
Bintang dengan rasa penuh bersalah. Tidak hanya Bintang, hatinya pun sama
sakitnya. Tapi dia tidak punya pilihan lain. Dia tidak bisa membiarkan Bintang
terus mengubah sifatnya. Sejak setahun terakhir, Bintang sudah berhasil
mengubah sikapnya dan membuat dia jadi bukan dirinya sendiri. Bintang terlalu
banyak menuntut.
“Bintang, aku
bener-bener minta maaf. Menurutku, cinta itu apa adanya. Cinta itu tulus dari hati.
Dan—”
“Apa yang salah dari
aku, Ar?” Bintang bertanya ketus, menyela kalimat Auriga. Pandangannya tajam,
tapi dia tetap tidak bisa menyembunyikan air matanya.
“Nggak, kamu sama
sekali nggak salah. Mungkin karena hati aku aja yang udah nggak bisa lagi sama
kamu.”
“Ar, aku tahu kamu
nyembunyiin sesuatu dari aku. Apa yang salah dari aku?” kali ini nada bicara
Bintang meninggi. Beberapa orang yang ada di dekat mereka langsung menoleh.
“Maaf, Bintang. Aku
nggak bermaksud ngelukai kamu,” balas Auriga dengan suara lebih pelan,
mengabaikan tatapan orang-orang di sekitarnya.
“Apa yang salah dari
aku?” kali ini Bintang membentak Auriga. Orang-orang di sekitar sana kembali
memperhatikan mereka dengan pandangan tidak suka—merasa terganggu.
Sadar sudah
mengganggu kenyaman di sana, Auriga langsung memeluk Bintang, menenangkannya.
Tapi usahanya sia-sia karena Bintang berusaha keras melepaskannya.
“Bintang, dengerin
aku,” Auriga menyentuh kedua pipi Bintang dan mencondongkan tubuhnya. Dia
menatap Bintang lekat-lekat.
“Kamu mau aku gimana
biar kita tetep sama-sama? Aku harus gimana biar kamu nggak jatuh cinta sama
orang lain, Ar?” suara Bintang begitu merusak suasana di ruang tunggu.
Untungnya, suaranya sudah tidak sekeras tadi. Suaranya berubah lirih dengan
bibir bergetar agar tidak menangis.
“Kamu hanya perlu
jadi dirimu sendiri, Ntan. Karena seperti yang aku bilang tadi, cinta itu apa
adanya. Dan sejak setahun ke belakang, aku ngerasa jadi orang lain. Kamu ngubah
aku jadi yang kamu mau. Kamu tuntut aku sesuai keinginanmu tanpa kamu tahu aku
nyaman atau nggak. Lama-kelamaan aku sadar kalau itu bukan lagi cinta,” Auriga
menjelaskan panjang lebar. Tentu dengan hati-hati karena dia tidak ingin
menyinggung perasaan Bintang.
Bintang menundukkan
kepalanya. Air matanya terjauh, setetes demi setetes, membasahi jeans-nya. Dia ingin mengatakan sesuatu,
tapi lidahnya terasa sangat kelu.
“Aku ketemu dia di
kantor setahun lalu. Nggak, aku nggak selingkuh. Aku hanya berteman baik sama dia.
Tapi sama dia aku ngerasa nyaman. Aku bisa jadi diriku sendiri.”
“Dia gitu karena dia
temenmu. Dia nggak berhak nuntut kamu!” Bintang berseru, mendongakkan kepalanya
dan menatap Auriga dengan sorot mata tajam. Dia menepis tangan Auriga yang
hendak bersarang di kepalanya. “Kalau seandainya dia pacar kamu, mungkin aja
dia nuntut lebih banyak dari aku!”
Auriga menggeleng
cepat. “Kamu tahu, cinta itu nggak pernah gagal bekerja, Ntan. Cinta itu
tentang ketulusan, bukan sebuah tuntutan. Dan selama cinta itu tulus apa
adanya, dia akan selalu bekerja di sana,” Auriga menghentikan kalimatnya
sejenak. Dia menghirup udara cukup banyak dan paru-parunya mengembung. Lalu,
dia mengembuskan udara itu perlahan. “Hubungan kita udah nggak lagi tentang
ketulusan. Udah banyak tuntutan dalam hubungan kita. Itu makanya kenapa cinta berhenti
bekerja di antara kita. Tapi, kamu bakal nemuin orang baru yang tulus cinta
sama kamu. Kamu juga akan cinta dia dengan tulus tanpa ada tuntutan. It means, cinta bekerja lagi di sana,” lanjut
Auriga.
“Cinta hanya berhenti
di kamu! Dia masih ada di sini, Ar. Dia masih bersarang di sini,” Bintang
kembali membentak sambil menunjuk dadanya dengan telunjuknya.
“Mbak, Mas, kalau mau
drama jangan di sini dong. Ganggu!” seru salah seorang laki-laki yang duduk
tidak jauh dari tempat Auriga dan Bintang. Pandangannya begitu sinis.
“Iya Mas, maaf,”
Auriga menganggukkan kepala sambil menatap si laki-laki dengan rasa bersalah.
Dia lalu kembali menatap Bintang.
“Iya tapi udah nggak
di sini, Ntan,” Auriga menunjuk dadanya sendiri. Tanpa Auriga sadari, kalimat
itu membuat dada Bintang terhantam begitu keras. Sangat perih dan sakit. Tapi
Auriga kembali melanjutkan kalimatnya. “Lagipula, kamu tahu kan kalau hubungan
kita diawali karena kita sama-sama cinta? Sekarang, udah nggak. Dilanjutin pun
akan percuma.”
Bintang kembali
menundukkan kepalanya. Beberapa saat kemudian, dia langsung menutup wajahnya
dengan kedua telapak tangannya. Bintang menangis sejadi-jadinya. Tidak peduli
di mana dia berada sekarang. Sungguh, dia tidak mengerti mengapa Auriga, yang
dia pikir akan jadi pelabuhan terakhirnya, bisa berpindah hati secepat itu.
Apalagi dengan alasan bahwa dirinya sudah mengubah lelaki itu menjadi bukan
dirinya sendiri.
“Kamu tahu kan, aku
udah gagal berkali-kali dalam menjalin hubungan. Kamu yang kupikir akan jadi
pelabuhan terakhir pun ternyata sama aja.” Tiba-tiba Bintang bangkit dari
duduknya dan membenarkan tas kecilnya, disampirkan di bahu kanan. Dia menatap
Auriga tajam dan berkata, “Kamu buat aku yakin kalau cinta sejati itu nggak
pernah ada. Nggak!” Bintang langsung berlari meninggalkan Auriga yang masih
mematung di kursi ruang tunggu. Air mata gadis itu langsung tumpah-ruah. Banyak
orang menjatuhkan pandangannya pada Bintang, tapi dia tidak peduli. Dia terus
berlari mencari taksi.
Auriga tidak berusaha
mengejar Bintang. Dia mematung di tempat sambil menatap punggung Bintang yang
semakin lama semakin menjauh.
Maafkan kejujuranku
walau menyakitkan
Dan mungkin takkan
bisa kulupakan hingga akhir nanti
Kulepaskan cinta
ini kurela berkorban
Tak mengapa namun
kau harus bahagia
[Sammy Simorangkir –
Kau Harus Bahagia]
BRUK!
“Aw,” Bintang
meringis. Larinya yang sangat kencang harus terhenti karena dia bertabrakan
dengan seseorang. Dia hendak berlari lagi, tapi lengan orang itu lebih dulu
menahannya.
“Bintang?”
Mau tidak mau,
Bintang pun mendongakkan kepala dan mencari tahu siapa pemilik suara berat itu.
Matanya terbelalak ketika dia tahu bahwa pemilik suara itu adalah Bayu,
temannya semasa SMA dulu.
“Eh, lo kenapa nangis?”
kali ini Bayu melepaskan tangannya dari pergelangan tangan kiri Bintang.
Bintang segera
menghapus air matanya. Biar bagaimanapun, dia tidak ingin dikenal lemah oleh
orang yang dikenalnya. Dia bisa tidak peduli dengan orang lain, tapi tidak
dengan orang yang dikenalnya.
“Nggak kok. Sori ya,
gue harus pulang,” Bintang hendak melangkahkan kakinya tapi lagi-lagi, kalimat
Bayu menahannya.
“Nggak mau ngobrol
sebentar, gitu?”
“Hm?” Bintang menatap
Bayu dengan tatapan bingung. “Tapi gue harus pergi.”
“Bintang Ratu
Sevillia, dari dulu lo selalu ngehindarin gue. Gue kira sekarang lo udah
berubah. Tapi... ternyata tetep aja, ya.” Bayu menggelengkan kepalanya sambil
menyunggingkan senyum tipis.
“Eh, bukan maksud gue
gitu.” Bintang menggelengkan kepalanya berusaha menyangkal. “Oke deh, yuk.”
***
Tidak terasa, Bintang
dan Bayu sudah menghabiskan waktu setengah jam di salah satu tempat makan di
bandara. Bintang tidak sadar bahwa ternyata Bayu itu orang yang menyenangkan.
Cukup bisa menghilangkan lukanya sejenak karena kepergian Auriga. Padahal dulu,
Bintang selalu menghindari Bayu karena lelaki itu bertingkah selengean. Tapi
kali ini, dari penampilannya saja Bintang bisa yakin bahwa Bayu sudah berubah.
Kemeja biru dongker dipadukan dengan celana kain berwarna hitam. Sepatu kulit
hitamnya mengilap. Rambutnya dipotong pendek model spike. Penampilannya sangat rapi.
“Bintang.”
Bintang sedang
menyesap kopinya. Wangi dari biji kopi menyeruak memasuki rongga hidungnya. Membuatnya
tidak sanggup jauh dari minuman panas itu. Setelah menikmati kopinya, dia
menaruh cangkirnya dengan hati-hati. “Kenapa?”
“Dulu, gue pernah
suka sama lo,” ungkap Bayu jujur.
“Oh ya? Kok bisa?”
Bintang mengernyitkan dahi. Sejak SMA, dia termasuk siswa pendiam. Tentu
sifatnya berbeda jauh dengan sifat Bayu yang selengean.
“Karena lo beda sama
perempuan-perempuan lain yang centil dan sok cari perhatian. Gue suka sama lo
karena apa adanya. Tapi waktu itu gue nggak punya keberanian buat ngungkapinnya
sama lo.”
Bintang terkejut.
Beberapa detik setelahnya, dia menyunggingkan tawa ringan. “Loh kenapa bisa?
Bayu yang terkenal banyak pacar, nggak berani ngungkapin perasaan sama gue?”
“Lo ngeledekin gue
lagi. Nggak tahu kenapa, tapi mungkin ini kali ya yang namanya cinta tulus apa
adanya. Selama ini gue nggak pernah kesusahan buat nembak. Tapi sama lo, ada perasaan
lain. Mungkin saat itu gue takut kalau gue nggak bisa jagain lo baik-baik. Gue
nggak mau nyakitin lo, Bintang.”
Bintang terpaku di
tempatnya. Dia bergeming karena kalimat Bayu. Mungkin ini kali ya yang namanya cinta tulus apa adanya. Kalimat
itu kembali mengingatkannya pada Auriga, yang sudah berangkat ke Yogyakarta
lima belas menit lalu. Tiba-tiba luka itu terasa lagi.
“Bintang, are you okay?”
“Oh, iya maaf. Gue
nggak pa-pa kok,” Bintang mengangguk sambil menyunggingkan senyum palsu.
Bagaimana dia bisa tersenyum tulus padahal hatinya benar-benar terluka?
“Mungkin ini
kedengerannya konyol. Tapi, sampai saat ini, perasaan gue sama lo nggak
berubah. Meskipun gue tahu lo udah pacaran tiga tahun sama pacar lo, tapi gue
nggak bisa buang perasaan gue gitu aja. Cinta sama pacar orang itu nggak salah,
kan, selama gue nggak ganggu mereka?” Bayu tertawa menyeringai, membuat Bintang
mau tak mau ikut tertawa.
Benar apa yang Auriga
tadi katakan. Cinta itu tentang ketulusan, bukan sebuah tuntutan. Selama ada
ketulusan, cinta akan selalu bekerja di sana. Dan, dia menyadari itu dari
kalimat Bayu barusan. Perpisahan SMA sudah berlangsung tujuh tahun lalu. Tapi
sampai saat ini, perasaan Bayu pada Bintang tidak berubah. Jadi, apa ini yang
Auriga maksud, bahwa cinta tidak pernah gagal?
“Iya tapi sayangnya,
gue udah putus sama dia beberapa puluh menit yang lalu,” raut wajah Bintang
berubah murung. Tidak ada lagi senyum yang terlukis di bibir tipisnya.
“Bintang, I’m sorry to hear that. Eh tunggu, jadi
tadi lo nangis karena baru putus?”
“Iya. Gue putus sama
dia di ruang tunggu. Dia jatuh cinta lagi sama orang lain karena nyaman.
Sedangkan gue terlalu banyak nuntut bikin dia nggak bisa jadi dirinya sendiri
lagi.”
Bayu menganggukkan
kepalanya mengerti. “Cinta itu harus nemuin kecocokan dari awal, bukan nemu
yang nggak cocok dan dipaksa untuk dicocok-cocokin.”
Bintang merasa
tertampar dengan kalimat Bayu. Dia pun tidak membalas dan memilih diam.
“Orang yang mau nikah
aja ada yang mungkin gagal karena nemu ketidakcocokan yang sejak dulu
tersembunyi. Apalagi yang masih pacaran.”
Lagi-lagi, kalimat
Bayu seakan menamparnya. Dia memang sudah berharap akan mengakhiri hubungannya
dengan Auriga di pelaminan. Tapi ternyata takdir berkata lain. Mereka malah
harus mengakhiri hubungannya di bandara, tepatnya di ruang tunggu.
“Ini kartu nama gue.
Kalau lo butuh saran dari gue, hubungi aja. Atau mungkin lo butuh tips move on paling ampuh, gue punya,”
Bayu menyeringai, memamerkan giginya yang putih. Bintang pun tergelak dengan
candaan Bayu.
“Thank you ya Bay.”
“By the way, kita bisa ketemu lagi nanti, kan? Ya ngobrol-ngobrol
ringan aja kayak gini.”
Bintang tidak
menjawab. Dia menatap Bayu sambil menyunggingkan senyum. Dan senyum itu Bayu
artikan iya.
Kini Bintang sadar
bahwa sekeras apa pun usahanya menjaga Auriga tetap dengannya, tapi jika takdir
berkata lain, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Jika cinta memang tentang sebuah
ketulusan, maka ketika cinta gagal bekerja di suatu hubungan, dia akan bekerja
di hubungan yang lain. Jika dia tidak bisa mempertahankan Auriga, apa salahnya
membuka hati pada Bayu? Mungkin tidak saat ini, tapi seiring berjalannya waktu,
cinta itu bisa saja tumbuh dan berkembang. Karena Bintang yakin, cinta tidak
akan pernah gagal bekerja.
***
With love,
20 komentar
Bagus banget cerpennya =)) kok cerpen udah sebagus ini malah gagal? maaf belum bisa ngasih saran nih, saya sendiri masih blogger amatir-an xD Semangat terus nulisnya!
ReplyDeleteMungkin dewan juri punya standar yang sangat tinggi...
DeleteIya nggak papa, makasih udah mau baca ya :D
Sependapat sama komen di atas. Bagus kok menurut saya sebagai pembaca tapi mungkin cuma penamaan tokohnya aja yang kurang. Saya pas ditengah-tengah cerita malah kebingungan, saya kita Bintang itu cowok dan Auriga itu cewek, eh, ternyata kebalik.
ReplyDeleteOh, iya bilang sama Bintang, kata Bayu nomer yang ada dikartu nama itu udah gak aktif lagi, kalo mau nomer baru DM-DM-an aja biar lebih intim. Tolong sampein ya, jangan lupa!
Masa nggak kepikiran Bintang cewek sih Kak? Iya mungkin dewan juri punya penilaian lain kali ya :(
DeleteHahaha iya nama kalian sama, Bayu. Tapi sayang, Bintang udah memutuskan married sama Bayu yang itu. Sabar ya Kak...
Jadi ini alurnya terlalu rumit gitu apa Kak? Eh gimana aku nggak ngerti haha._.
ReplyDeleteIya makasih Kak J :)
duh, aku salah sangkaaa...aku pikir bintang itu cowok -.- ..mungkin nama bisa dibintangkan apa ya, karena Auriga kayak nama cewek cc..ehm, mungkin ceritanya yang kurang nendang dan agak flat gitu ya, nggak ada lika likunya gituuu..tapi kata kata mengalir dengan smooth dan bagus sih Dwiiii...just keep trying!! yang ni waktu itu aku nggak ikutaaaaan...
ReplyDeleteEh masa sih? Aduh... Salah kasih nama tokoh berarti ya
DeleteHmm.. Iya kayaknya Kak, setelah dibaca berulang-ulang mikir kok flat. Mungkin bisa bikin yang lebih baik lagi. Makasih Kakmey :)
Yah sayang banget.. Lumayan loh padahal seru-seruan ikut ngeramein hihi
Lagi-lagi tentang cinta.
ReplyDeletegue gak bisa mengambil kesimpulan nih.. gue minim ilmu tentang cinta kak. tapi ceritanya bagus.. walopun udah gagal berkali2 tapi tetep semangat ngedapetin yang pujaan hati :)
Iya nggak papa Lutfie, udah ngeluangin waktu buat baca aja makasih yaa..
DeleteAku sendiri sih ngebacanya masih ada yang kurang. Terutama pas bagian Bintang diputusin ada baiknya si Bintang diceritakan dulu cara dia menyembuhkan sakit hatinya lalu dipertemukan dengan Bayu. Mungkin detail nya masih kurang.
ReplyDeleteMaaf sebelumnya, soalnya aku juga enggak jago cerpen. Jadi perspektif nya cuman sebatas pembaca bukan pengamat. :))
Oh iya jadi alurnya semacam kecepetan gitu ya? Terlalu singkat. Bener?
DeleteNggak papa, makasih buat komentarnya ya. Makasih juga udah nyempetin buat baca..
hmm lagi-lagi kebawa cerita setiap baca cerpen nya kak Dwi.
ReplyDeletetapi masak cerita sebagus ini kok gagal yaa. padahal kan sudah pas dengan tema nya "love never fails" kalo cinta ga pernah gagal, meskipun gagal pasti akan menemukan cinta yang lain yang lebih baik lagi.
hikmah yang bisa saya ambil dari cerpen ini sih mengajarkan kepada kita bahwa cinta itu memang adalah sebuah ketulusan bukan sebuah tuntutan. mengajarkan kepada kita bahwa kita juga harus mencintai orang dengan apa adanya. dan hikmah yang paling penting, meskipun kita gagal di suatu hubungan, percayalah bahwa suatu saat kita akan menemukan hubungan yang sempurna.
keren kak. bisa dapet hikmah banyak nih dari cerpen kakak hehe
Iya mungkin dewan juri ada pemikiran lain. Atau memang aku yang nggak sadar sama kekurangan di cerpen ini Rey.
DeleteIya, bener. Makanya nyari pacar yang dari awal banyak cocoknya. Perbedaan boleh ada, tapi kalo lebih banyak perbedaan takutnya banyak konflik ke depannya.
Sip sip. Pinter deh ngambil hikmahnya haha
Ini diawal-awal aku pikir Bintang itu cowok, terus yang Auriga... aku pikir dia juga cowok. Jadi lah aku dan pikiran liarku menganggap mereka berdua homo *apa banget..
ReplyDeleteYa mungkin dewan juri mengalami kebingungan tentang gender si tokoh. Tapi sisanya sih seperti biasa ya kak, asik, ringan, ngalir sampe-sampe bikin pembaca tergelincir. hahahaha...
Hmm.. bisa jadi bisa jadi. Jadi dewan juri punya pemikiran sama kayak kamu ya Hud? Sedih banget kalo sampe iya.
DeleteLagi-lagi kepeleset. Pegangan makannya. Haha.
Tapi makasih ya udah mau baca...
hadah...terseret arus.....seperti merasakan cerita yang ada....hadah....
ReplyDeleteseoa benar-benar fiksi...sebab sekali kayaknya harus ditekan,,,
saya tidak ingin ada cerita penghiatan di dunia...hah,,,,
tapi secara keseuruhan..cerita keren ... keren banget malah
Iya emang dikhianati itu menyakitkan ya...
DeleteMakasih Bang makasih :D
ini tetep bagus seperti cerpen - cerpen kak dwi sebelumnya... aku selalu suka ama susunan kalimatnya, simple dan nggak overload...
ReplyDeleteterus, berhubung ini cerpen tentang cinta, jadi ceritanya mudah aku tebak dari awal... tapi aku sempet ketipu ama kontroversi gender antara Auriga dan Bintang yang penuh dilema... hmmm...
padahal aku kurang suka lho ama cerpen cinta, tapi kenapa sih cerpennya kak dwi selalu sukses ngebuat aku baca sampek habis... sebenarnya apa yang terjadi ?
eh, btw... cerpen horrornya masih ditunggu lho...
Makasih Dali makasih...
DeleteHaha lagi-lagi masalah gender ya.
Nah loh, apa kamu jatuh cinta sama cerpen-cerpenku? Hmm.. Semoga. Kalo gitu aku berterima kasih banget sama kamu.
Aduh... Tunggu beberapa tahun lagi aja ya hehe
Kalau sudah takdir, apa bisa dikata ...
ReplyDeleteTell me what do you want to tell :)